Tuesday, July 26, 2016

Aneh Jika TNI Dilibatkan Untuk Tangani Teroris

Jakarta, HanTer - Paska bom bunuh diri di Mapolresta Solo, Jawa Tengah dan tertembaknya gembong teroris Mujahid Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah di Poso, Sulawesi Tengah, membuat pembahasan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme semakin memanas. Prokontra pun muncul terkait perlu tidaknya keterlibatan TNI dalam pemberantasan teroris.

Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98), Willy Prakasa mengatakan, jika TNI dilibatkan dalam pemberantasan teroris adalah suatu hal yang keliru. Karena tugas TNI adalah sebagai bagian dari penjaga NKRI sesuai UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, bukan penegakan hukum seperti polisi.

"Apabila DPR tetap memasukan TNI dalam pelibatan pemberantasan teroris maka ini adalah kemunduran demokrasi," tegas Willy Prakarsa di Jakarta, Selasa (26/7/2016).

Willy mengatakan, rencana pelibatan TNI untuk menangani terorisme juga merupakan cara berpikir mundur dan kontraproduktif dengan agenda reformasi. Karena tidak ada urgensi menambah atau memperluas tugas pokok dan fungsi TNI melalui revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Revisi UU yang satu ini tidak boleh kebablasan pemanfaatan oleh negara atas kekuatan dan kemampuan TNI. Karena TNI harus tetap berpijak pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara," terangnya.

Dijelaskan Willy, hal yang mencakup dalam kebijakan dan strategi nasional penanggulangan terorisme sangatlah luas. Termasuk langkah pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, penyiapan kesiapsiagaan nasional dan kerja sama internasional. Jika TNI dilibatkan dalam tugas memerangi tindak pidana terorisme maka konsekuensi logisnya pun akan sangat luas dan prinsipil.

"Jika TNI dilibatkan maka semua konsekuensi itu harus dipatuhi dan dijalankan, karena penanganan pidana terorisme masuk dalam kerangka penegakan hukum," ucapnya.

Lebih lanjut Willy mengatakan, menjadi mustahil jika TNI ditugaskan menangani teroris. Karena terduga teroris yang ditangkap akan diproses secara hukum dan dihadapkan ke pengadilan. Sehingga jika TNI menangkap teroris maka siapa yang melaksanakan proses hukumnya.

Oleh karenanya sangat aneh jika TNI ikutan ngotot menangani terorisme. Sebab, teror sesuai definisinya adalah membangkitkan kekuatan. Namun teror bukanlah perang karena yang menjadi sasaran adalah masyarakat sipil. Sehingga dalam hal ini keterlibatan militer pun harus dibatasi.

"Teror adalah ranah sipil, maka harus ada proses hukum, harus ada akuntabilitasnya, mengapa seseorang mati dan siapa yang membunuhnya," jelas dia.

Dikatakan Willy, revisi UU Terorisme yang sedang dilakukan DPR sebaiknya tetap kembali kepada criminal justice system sehingga tidak boleh ada pendekatan perang sebagai criminal justice system. Karena sektor pertahanan menjadi domain TNI, sedangkan sektor keamaanan menjadi kewenangaan Polri.

Selain itu, sambung Willy, pihaknya telah menemukan ada kelemahan dalam draft Revisi UU Pemberantasan Terorisme tersebut. Dalam draft itu tidak dijelaskan pemikiran filosofis ideologi yang berkualitas dan tidak berbasis pada UUD 1945.

"Jadi saya pikir tidak perlu menarik dan melibatkan TNI dalam pemberantasan teroris, biarkan TNI menjaga marwahnya sebagai penjaga NKRI," tandasnya.

Seperti diketahui, saat ini DPR sedang membahas RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Diantara pasal yang dibahas adalah Pasal 43B ayat (1) yang menyatakan, kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, TNI serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme. Sementara itu, ayat (2) menyatakan peran TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan bantuan kepada Polri.

(Safari)


Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...