Ada 12 negara yang saling bentrok di babak play-off demi tiket menuju perhelatan akbar yang berlangsung empat tahun sekali. Suka duka serta tangis haru dan kesedihan mewarnai pertempuran ke-12 tim tersebut. Kebahagiaan untuk para pemenang. Kesedihan untuk tim yang kalah.
Berbicara mengenai kesedihan, rasanya tidak ada yang mengalami kesedihan separah masyarakat Italia. Bagaimana tidak, untuk kali pertamanya sejak 1958, timnas Italia tidak lolos ke Piala Dunia. Gli Azzurri kalah agregat gol 1-0 dari Swedia, yang menang tipis di leg pertama melalui gol Jakob Johansson, lalu menahan imbang Italia tanpa gol di leg kedua yang berlangsung di San Siro.
Kekalahan ini bak menjadi hari duka nasional bagi Italia yang melampiaskan amarah mereka kepada Gian Piero Ventura. Pelatih berusia 69 tahun itu dianggap sebagai biang keladi keterpurukan Italia yang bermain monoton saat melawan Swedia. Ventura juga dianggap sebagai pelatih terburuk Italia, jika melihat pilihan taktik dan pemain yang diturunkannya saat melawan Swedia.
Contoh paling jelas dari blunder Ventura adalah saat ia memainkan Manolo Gabbiadini, sementara Lorenzo Insigne ditempatkannya di bangku cadangan. Pilihan yang aneh, sebab, statistik menunjukkan bahwa Gabbiadini tengah puasa gol dengan klubnya, Southampton. Sebaliknya, Insigne justru tengah on fire membawa Napoli duduk di puncak klasemen Serie A.
Kritikan kepada taktik 'aneh' Ventura tidak hanya lahir dari subyektivitas atau opini semata. Pasalnya gelandang Italia, Daniele De Rossi, sampai marah kepada asisten pelatih yang menyuruhnya untuk melakukan pemanasan padahal kala itu kalau timnya butuh seorang penyerang tambahan, bukan gelandang, untuk mencetak gol ke gawang Swedia.
Pada akhirnya, kemenangan bersejarah Swedia mengakhiri mimpi Italia untuk berlaga di Piala Dunia 2018. Ventura pun dipecat FIGC (federasi sepakbola Italia) dan kemarahan publik semakin bertambah kepadanya, karena secara tidak langsung, Ventura mengakhiri karir Gianluigi Buffon, De Rossi, Giorgio Chiellini, dan Andrea Barzagli di timnas Italia dengan prematur serta kenangan buruk tanpa keikutsertaan Italia di Piala Dunia 2018. Keempatnya memutuskan pensiun selepas laga melawan Swedia.
Takdir telah memilih Swedia. Mereka memang lebih pantas lolos ke Piala Dunia 2018 dengan determinasi dan semangat bermain yang melebihi Italia. Keberhasilan Swedia meraih tiket Piala Dunia 2018 juga diikuti negara Eropa lainnya yang melalui fase play-off. Mereka adalah Swiss, Kroasia, dan Denmark.
Swiss susah payah melalui dua leg pertandingan melawan Irlandia Utara asuhan Martin O'Neill. Irlandia Utara bermain cepat, mengandalkan fisik dan bola lambung seperti kebanyakan negara Britania Raya lainnya. Permainan mereka sempat menyulitkan Swiss. Tapi, Swiss asuhan Vladimir Petkovic, dengan skuat bermaterikan bintang seperti Xherdan Shaqiri, Granit Xhaka, dan Ricardo Rodriguez, mampu mengimbanginya hingga lolos dengan agregat gol 1-0. Gol tunggal yang mengantarkan Swiss ke Piala Dunia 2018 lahir dari gol penalti Ricardo Rodriguez di leg pertama, yang berlangsung di Windsor Park, Belfast.
Beralih ke laga Kroasia kontra Yunani. Kroasia asuhan Zlatko Dalic memperlihatkan perbedaan kualitas yang sangat besar dari Yunani, khususnya dengan kualitas individu para pemain seperti Luka Modric, Ivan Rakitic, Ivan Perisic, Nikola Kalinic, dan Andrej Kramaric. Dengan mudah, Kroasia menaklukkan Yunani di leg pertama via gol penalti Modric, Kalinic, Perisic, dan Kramaric, hingga akhirnya menang 4-1 di Stadion Maksimir, Zagreb.
Kendati mencetak satu gol tandang melalui gol Sokratis Papastathopoulos, keunggulan empat gol Kroasia terlalu berat untuk dibalikkan Yunani, meski mereka bermain di markasnya sendiri pada leg kedua. Di leg kedua, pertandingan berakhir imbang tanpa gol dan Kroasia lolos dengan agregat gol 4-1.
No comments:
Post a Comment