Monday, November 13, 2017

Kisruh NJOP Reklamasi, DPRD DKI Dijebak?

Jakarta, Hanter - Proses penyidikan kasus dugaan korupsi penetapan NJOP pulau C dan D di Teluk Jakarta semakin dalam. Penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya, dikabarkan membuat Komisi C DPRD DKI terpecah. Ketua dan Anggota Komisi C disebut-sebut mulai buang badan soal penetapan NJOP. Dikabarkan polisi akan memeriksa 20 anggota Komisi C DPRD DKI.

Ketua Komisi C DPRD DKI Santoso menyatakan, penetapan NJOP Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta, telah berpedoman pada Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Jakarta. Kemudian, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 146 Tahun 2014 tentang perizinan prasarana reklamasi di Teluk Jakarta,  yang mengacu pada Perpres Tahun 2012 di mana KKP berwenang mengurus reklamasi.

Santoso menegaskan, penilaian NJOP melalui KJPP, sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi Bangunan, Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

"Nah, penetapan NJOP berpedoman pada Perda dan Pergub. BPRD juga menggunakan KJPP independen," kata Ketua DPD Partai Demokrat DKI ini di Jakarta, Minggu (12/11/2017).

Menurutnya,  keputusan Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI menetapkan NJOP sebesar Rp3,1 juta per meter, merupakan hasil penilaian KJPP yang proporsional dan independen. Terlebih menurutnya, melalui pertimbangan dari sisi legalitas dan segi manfaat.

Santoso mengaku, sudah menanyakan langsung kepada KJPP soal NJOP di Pulau C dan D, terkait perbedaan hingga diatas Rp15 juta per meter dengan pulau reklamasi lainnya.

Alasannya, kata dia, Pulau C dan D masih merupakan hamparan tanah dan belum terdapat infrastruktur. "KJPP dalam menghitung NJOP pulau reklamasi,  tidak melihat tanah itu berfungsi atau bermanfaat," jelas dia.

Politikus Partai Demokrat itu menambahkan, dengan dicabutnya moratorium pulau reklamasi, Pemprov bisa lakukan penilaian kembali terhadap nilai NJOP Rp3,1 juta per meter.  Pasalnya, BPRD DKI meminta second opinion untuk melakukan penghitungan ulang.

"BPRD telah meminta second opinion ke Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) untuk penghitungan ulang," tandasnya.

Santoso menerangkan keputusan BPRD menetapakan NJOP sebesar Rp.  3,1 juta per meter melalui hasil penilaian KJPP yang proporsional dan independen sudah melalui beberapa pertimbangan yakni dari sisi legalitas dan segi manfaat.
 
Aneh Rp3,1 Juta

Secara terpisah, anggota Komisi C DPRD DKI, Ruslan Amsaro, mengaku, tidak sependapat dengan Santoso. Menurutnya, menjadi suatu hal yang aneh jika NJOP Pulau C dan D nilainya hanya Rp3.1 juta per meter. Karena menurut dia, hal itu dapat merugikan Pemprov.

Terlebih, perusahaan swasta sudah membayar NJOP tersebut sekitar Rp400 miliar. "Itu pendapat pribadi Santoso. Kenapa mengatasnamakan Komisi C DPRD DKI," jelasnya di Jakarta, Minggu (12/11/2017). "Kami siap dipanggil Polda Metro Jaya," tambah dia.

Untuk diketahui, koruptif kebijakan itu merupakan penetapan NJOP oleh BPRD DKI yang jauh dari angka semestinya. BPRD DKI hanya menetapkan NJOP pulau C dan D sebesar Rp3,1 juta per meter, tepatnya saat sebelum Lebaran 2017 lalu.‎ Hal itu tentu menjadi aneh karena pada simulasi yang dibuat DPRD DKI bersama eksekutif pada Januari 2016, NJOP justru ditulis Rp10 juta permeter.

(Sammy)


loading...

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...