JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pariwisata Arief Yahya mengungkapkan pariwisata bahari Indonesia masih kalah jauh dari Malaysia.
Dari sisi pendapatan misalnya, pariwisata bahari Malaysia menyumbangkan devisa sebesar Rp 106,6 triliun atau 8 miliar dollar AS pada 2016. Perolehan itu 40 persen dari total pendapatan devisa sebesar Rp 266,5 triliun atau 20 miliar dollar AS.
Sementara Indonesia, sumbangan devisa wisata baharinya hanya Rp 13,3 triliun atau 1 miliar dollar AS. Perolehan tersebut hanya 1 persen dari total pendapatan devisa saat ini sebesar Rp 133,2 triliun atau 10 miliar dollar AS.
"Saya kesal Indonesia kalah dari Malaysia karena ini aneh. Sebab kita tahu Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia," ujar Arief saat ditemui di Kantor Kementerian Kelautan Perikanan Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Menurut dia, salah satu yang menghambat perkembangan wisata bahari Indonesia adalah regulasi. Meski demikian, pihaknya telah berusaha untuk terus menarik wisatawan untuk mengunjungi wisata bahari.
Salah satunya, dengan meniadakan perizinan masuk kapal yatch atau Clearance Approval for Indonesia Territory (CAIT). Hal ini dilakukan untuk menarik kapal yatch untuk masuk ke Indonesia.
"Alhasil, kapal yatch yang masuk ke Indonesia naik 2 kali lipat dari 750 yatch di tahun 2015 menjadi 1.500 yatch pada 2016," jelasnya.
Selain itu, dirinya pun menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengembangkan wisata bahari di Indonesia. salah satunya, dengan menambah kurikulum pelajaran mengenai wisata bahari, khususnya pemandu wisata (tourist guide), di Sekolah Perikanan yang dikelola KKP.
"Kalau kedua kementerian sinergi maka saya bisa pastikan wisata bahari negara ini tidak bisa dikalahkan," tandasnya.
No comments:
Post a Comment