Friday, December 23, 2016

Selamatkan IKM TPT Pekalongan

Oleh: Fauzi Aziz

NEGERI ini sudah berglobalisasi. Telah pula berdemokrasi dan berdesentralisasi serta berdigitalisasi. Sudah pula berpemerintahan, Namun rasanya masih gitu-gitu saja. Apanya yang gitu-gitu saja?

Beberapa diantaranya adalah tata kelola belum baik. Misalnya sudah ada Perpres dan Inpres, tetapi eksekusinya di tingkat kabinet lelet, bahkan ikatannya bisa lepas-lepas karena seleranya beda-beda saat dieksekusi, sehingga masyarakat bingung seraya bertanya, yang benar yang mana.

Yang ada kuasa-kuasaan dan kuat-kuatan mengurus kapling kah?

Tidak ada good and deter mined leadership untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi di negeri ini. Mau bangkit dan mau keluar dari jebakan middle income trap harus berantam dulu antar menteri.

Yang aneh, antar menteri harus saling melakukan over dan request, serta bersurat-suratan antar menteri untuk satu atau beberapa urusan. Kekuasaan/kewenangan, ibaratnya bisa dinegosiasi, seperti layaknya barang dagangan sehingga ada yang mengatakan it is bad and undetermined leadership.

Wow ngeri amat. Padahal tugas pemerintah adalah mengambil keputusan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Kita tahu, merah putih di negeri ini hanya ada satu. Tapi nyatanya banyak.

Ada merah putih urusan migas, ada pula merah putih urusan batubara, sawit, gula, jagung, kedelai, sapi, kerbau dan sebagainya. Secara faktual, kita terjebak disitu dan ini terjadi akibat pemerintah maju mundur dan setengah hati melaksanakan Reformasi Birokrasi.

Bagaimana bisa terobsesi mau bangkit dari keterpurukan, wong cara berpemerintah masih saling surat-suratan, sampai-sampai dikatakan bahwa akuntabilitasnya sebagai bentuk pertanggungjawabab atas outputnya adalah surat menyurat, bukan tindakan nyata.

Padahal yang ditunggu publik adalah tindakan nyata, misalnya seperti membangun jembatan wujudnya ada, yaitu jembatan dengan panjang sekian meter dan bisa dilewati angkutan dengan tekanan gandar maksimal 15 ton.

Di negeri ini memang aneh. Pemerintah mau belanja saja dipersulit. Padahal katanya faktor belanja pemerintah adalah salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi. Berbisnis dengan pemerintah memang sulit.

Sumber kesulitan ada dua faktor, yakni sangat procedural dan yang mau belanja juga minta bagian sebagai bentuk upeti untuk kantongnya sendiri. Sehingga produsen cenderung malas melayani kebutuhan belanja pemerintah. Akibatnya yang maju adalah para broker dengan modal surat, yakni SIUP yang diback-up pemilik modal dan bisa talking-talking sambil ngopi dengan pejabat public.

Mau berinvestasi dan berniat membangun pabrik juga sulit karena proses doing bussines di negeri ini masih berbelit, meskipun sudah banyak produk deregulasi dihasilkan. Ini juga aneh. Dimana-mana deregulasi itu untuk memudahkan segala urusan birokrasi, baik di pusat maupun di daerah. Tapi apa mau dikata, model surat-suratan tadi masih terus berjalan karena model deregulasi di Indonesia ini ternyata masih ada yang tidak rela kalau kewenangannya dipreteli.

Memasuki tahun 2017, mestinya banyak kejutan yang bisa dilakukan pemerintah dalam rangka mengubah tradisi berpemerintahan. Tradisi baru yang kita sarankan adalah agar ada perbaikan dalam pengorganisasian dan pelaksanaan dari rencana rencana besar yang sudah ditetapkan pemerintah bersama DPR untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Jangan biarkan masalah makin bertumpuk, yang pada akhirnya hanya akan menjadi sarang keparahan dan kesenjangan yang kian melebar. Kita tengok nasib pengusaha TPT kelas IKM di Pekalongan yang kini megap-megap karena barangnya tidak bisa dijual, sehingga terjadi penumpukan barang di gudang dan buruhnya terancam PHK.

Selamatkan IKM TPT Pekalongan dari kebangkrutan. Jangan ditanya masalahnya apa. Mereka pasti sungkan menjawabnya karena masalah sudah bertumpuk dan sudah sampai ke leher. Mereka hanya perlu tindakan penyelamatan. Publik berharap dan sangat mengharapkan agar pemerintah dapat memperbaiki kinerja masyarakat dengan cara membuat aturan yang mudah, simple, tidak terlalu banyak simpul yang bersembunyi di balik aturan karena alasan kewenangan.Aturan yang good for the many people,ini yang diharapkan. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

Berita Terkait

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...