Wednesday, May 30, 2018

Gaji Megawati di Luar Logika

FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Badai protes terus menerpa Jokowi pasca disahkannya gaji Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) lewat Pelpres Nomor 42 tahun 2018. Jokowi dianggap telah merestui gaji Ketua Dewan Pengarah yang Umum PDIP Megawati Soekarno Putri sebesar Rp112 juta.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai, tidak sepantasnya sebuah lembaga non-struktural seperti BPIP diberi standar gaji mirip BUMN, yang melebihi standar gaji di lembaga-lembaga tinggi kenegaraan.

Fadli Zon menilai, Perpres tersebut menunjukkan betapa borosnya pihak Istana dalam mengelola anggaran, sekaligus membuktikan inkonsistensi mereka terhadap agenda reformasi birokrasi yg selama ini selalu didengung-dengungkan.

"Di tengah keprihatinan perekonomian nasional, pemerintah malah menghambur-hamburkan anggaran untuk sebuah lembaga ad hoc." Kata Fadli melalui akun twitter resminya, Senin (28/5/2018).

Ia melanjutkan, setidaknya ada empat cacat srius yang terkadung di dalam Perpres tersebut. pertama soal logika manajemen.

"Di lembaga manapun, baik di pemerintahan maupun swasta, gaji direksi atau eksekutif itu pasti selalu lebih besar daripada gaji komisaris, meskipun komisaris adalah wakil pemegang saham," ujarnya.

"Gaji di BPIP ini menurut saya aneh. Bagaimana bisa gaji ketua dewan pengarahnya lebih besar dari gaji kepala badannya sendiri? Dari mana modelnya?!," Imbuhnya.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, Dewan pengarah seharusnya lebih berupa anggota kehormatan, atau orang-orang yg dipinjam wibawanya, sehingga, mereka seharusnya tak punya fungsi eksekutif sama sekali.

"Aneh sekali jika mereka kemudian digaji lebih besar daripada pejabat eksekutif BPIP. Lebih aneh lagi jika mereka semua tidak memberikan penolakan atas struktur gaji yg aneh ini," katanya.

Cacat kedua, lanjut Fadli Zon, dari sisi etis. BPIP bukan BUMN atau Bank Sentral yang bisa menghasilkan laba, sehingga gaji pengurusnya pantas dipatok ratusan juta.

"Ini adalah lembaga non-struktural, kerjanya ad hoc, tapi kenapa kok standar gajinya bisa setinggi langit begitu? Coba Anda bayangkan, gaji presiden, wakil presiden, menteri, dan pimpinan lembaga tinggi negara yang tanggung jawabnya lebih besar saja tidak sebesar itu," ujarnya.

Ketiga, dari sisi anggaran dan reformasi birokrasi. Fadli Zon melanjutkan, Jokowi selalu bicara mengenai pentingnya efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi.

Itu sebabnya, dalam kurun 2014-2017, ada 23 lembaga non struktural (LNS) berupa badan maupun komisi yang telah dibubarkan pemerintah, mulai dari Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Benih Nasional, hingga Badan Pengendalian Bimbingan Massal (Bimas).

"Tapi, pada saat bersamaan, Presiden justru malah terus menambah lembaga non-struktural baru," katanya.

Keempat, Fadli mengatakan, dari sisi tata kelembagaan. Kecenderungan Presiden untuk membuat lembaga baru setingkat kementerian seharusnya distop, karena bisa overlap dan menimbulkan bentrokan dengan lembaga-lembaga yang telah ada.

"Dalam wacana mengenai penghidupan kembali Komando Operasi Gabungan (Koopsgab) TNI untuk menangani terorisme, misalnya, bukankah aneh jika Kepala KSP sangat dominan dlm mewacanakan hal-hal semacam itu," lanjutnya.

"Jadi, menurut saya, Perpres No. 42/2018 seharusnya ditinjau kembali. Jangan sampai cara pemerintah mendesain kelembagaan BPIP, menyusun personalia, dan kini mengatur gaji pejabatnya, justru melahirkan skeptisisme dan sinisme publik," ujar Fadli Zon. (dal/Fin)

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...