RMOL. Kelakuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dinilai ganjil. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang dia susun, PT Freeport Indonesia mendapat keringanan pajak. Pajak Freeport akan diturunkan dari 35 persen menjadi 25 persen.
"Mbok Srie digaji pemerintah RI tetapi bekerja demi menguntungkan Freeport. Aneh!" ujar analis ekonomi politik Abdulrachim K, kepada Kantor Berita Politik RMOL melalui sambungan telepon, Selasa (3/10).Dia meminta aparat penegak hukum terutama KPK tidak tinggal diam. Perlu didalami apakah ada transaksi di bawah tangan sehingga Freeport menerima perlakuan istimewa.
"Harus dilacak lebih lanjut apakah tidak ada transaksi haram di balik penurunan pajak Freeport ini?" ucap Abdulrachim.
Dia melihat draft beleid berbentuk RPP Freeport yang sekarang sudah di Sekretariat Negara (Setneg) sangat merugikan kepentingan ekonomi nasional.
Dalam bab VII Pasal 14 RPP tersebut disebutkan tarif PPh Freeport hanya 25 persen. Angka ini turun ketimbang PPh badan Freeport saat masih rezim Kontrak Karya (KK), yaitu 35 persen.
Sepintas, ujung-ujungnya Freeport tetap membayar 35 persen sebagaimana sebelum menyandang status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sebab perusahaan asal AS itu menanggung bagian pemerintah pusat sebesar 4 persen dari keuntungan bersih pemegang IUPK dan bagian pemerintah daerah sebesar 6 persen.
Namun jika ditelisik lebih dalam jumlah yang akan dibayar Freeport justru menjadi lebih rendah. Sebagai ilustrasi laba operasi Freeport Rp 1.000.000. Sesuai ketentuan Freeport harus membayar PPh Rp 350.000. Jumlah ini dihitung dari laba perusahaan sebelum dikurangi bunga utang dan pajak terutang alias EBITDA.
Di sisi lain, tambahan pajak bagian pemerintah pusat dan pemda 10 persen dihitung dari laba bersih. Maka dengan RPP yang disusun Sri Mulyani, Freeport membayar PPh Badan Rp 350.000 ditambah bagian pemerintah pusat dan daerah Rp 75.000 (laba operasi PPh Badan). Jadi total yang harus dibayar hanya Rp 325.000.
"Kalau pajak sebesar 10 persen itu yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah dialihkan menjadi profit, itu kecil sekali," demikian Abdulrachim. [sam]
No comments:
Post a Comment