
PROKAL.CO, Balai karantina memperingatkan masuknya ikan patin Vietnam ke Indonesia secara ilegal. Bukan semata soal perizinan, tapi juga kandungan yang berbahaya bagi kesehatan konsumen setelah ikan impor tersebut menjalani uji laboratorium.
----
Temuan ini menggegerkan Jakarta. Dilaporkan patin Vietnam atau yang biasa disebut ikan Dori mengandung Tripolyphospate alias bahan pemutih hingga tujuh sampai delapan ribu ppm (part per million). Padahal, ambang batas amannya adalah dua ribu ppm.
Dampak awal, kulit konsumen akan terasa gatal-gatal setelah memakannya. Dampak jangka panjang, saking tingginya kandungan bahan pemutih buatan pada ikan tersebut, usus dan lambung konsumen pun bakal memutih.
Lalu, bagaimana dengan pengawasan di Banua? Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel Winarno meyakini Dori tak bakal laku. "Lidah orang Banjar tidak bisa dibohongi. Mereka bisa membedakan mana patin lokal dan luar. Tidak bakal laku, rasa dagingnya beda," tegasnya, kemarin (10/10).
Winarno tampak tak terkejut dengan berita nasional tersebut. Lama berkecimpung di dunia perikanan, ikan Vietnam disebutnya masalah klasik sejak era 90-an. Ikan ini menjadi momok karena harganya yang sangat murah. Berpotensi menghancurkan budidaya ikan air tawar lokal.
"Saya sudah lama curiga dengan ikan patin Vietnam atau Thailand. Harganya kok bisa semurah itu? Saya khawatir pakannya aneh-aneh, budidayanya patut dipertanyakan," imbuhnya.
Sebelum ribut-ribut ikan patin impor, harga Dori Rp9-10 ribu per kilogram. Bandingkan dengan ikan patin lokal Banjar yang dihargai Rp17-18 ribu per kilogram. "Jauh sekali kan? Harganya tidak kompetitif," tukasnya.
Maka jangan aneh, jika pasar ikan di Eropa dan Amerika sudah jauh-jauh hari menolak ikan patin Vietnam. "Apalagi pasar luar negeri seperti Eropa yang standar impornya jelas jauh lebih tinggi," ungkap Winarno.
Dari segi setok, budidaya ikan patin Banjar juga masih aman. Petani sudah mampu memenuhi permintaan pasar lokal, selalu laku dan habis terjual. Bahkan sebagian sudah bisa dijual untuk memenuhi permintaan konsumen tetangga dari Kalteng dan Kaltim.
Winarno ingat, budidaya ikan patin lokal menemui masa kejayaannya pada zaman Fadel Muhammad yang memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan periode 2009-2011. Fadel menetapkan Kalsel dan Riau sebagai sentra budidaya patin.
Setelah ia datang kemari dan terkagum-kagum melihat sistem budidaya ikan air tawar milik masyarakat Banjar. "Beliau berkali-kali bilang hebat dan milik Vietnam tak ada apa-apanya. Pak Fadel lalu menyetop impor patin dari luar. Tapi namanya politik, berubah lagi kebijakannya," pungkasnya.
Namun, benarkah Dori tak pernah memasuki Kalsel? Sari warga Landasan Ulin mengaku pernah mencicipinya di sebut hotel berbintang di Banjarmasin. "Dagingnya putih banget, tapi tidak seenak patin sungai Banjar, kata teman itu namanya Dori," ujarnya.
Ketika diceritakan terkait kandungan berbahaya Dori, Sari pun kaget dan berjanji takkan pernah lagi memakannya. "Tapi kejadiannya memang sudah cukup lama. Saya tak pernah menemuinya di pasar tradisional," imbuhnya.
Perempuan yang baru menikah itu hanya berharap, Kalsel takkan kecolongan. "Jangan sampai masuk. Kasihan juga pembudidaya patin lokal. Kalau benar harganya semurah itu," tandasnya. (fud/ay/ran)
No comments:
Post a Comment