Saturday, September 30, 2017

Kopiku Kental, Kantongku Tebal

Mendatangkan orang banyak ke Lampung itu, ngak usaha aneh-aneh. Jadikan saja Lampung kiblat kopi Indonesia, pasti saban hari turis melancong ke sini. Jangan kecolongan seperti cokelat. Entah dimana pohonnya, tapi Belgia dan Austria di Eropa sana yang punya brand image.

Lampung itu kopi dan kopi itu Lampung. Just it! Saya teringat kawan dari sebuah komunitas di Palembang, Sumatera Selatan, yang bilang tahun lalu mereka menggelar festival kopi. Atrian kendaraan untuk masuk ke arena mengular hingga belasan kilometer. Lha, kapan pemandangan itu hadir di Lampung?

Tak mengapa jika tahun ini even kopi masih dipegang pemerintah macam Hari Kopi Internasional (International Coffee Day) yang berlangsung di Lampung 29 September hingga 1 Oktober 2017. Sebagai momen, ini cukup membuat Lampung sebagai produsen kopi robusta nomor wahid di Tanah Air kembali menggaung.

Walaupun sebenarnya dari dulu Lampung itu memang produsen kopi robusta terbesar di kolong negeri ini. Semua paham itu. Tak ada yang meragukan itu, termasuk Nestle yang sejak 1994 buka pabrik kopi satu-satunya di Indonesia, di Panjang, Bandar Lampung.

Demikian juga perusahaan asing dari India dan Belanda yang buka cabang di bypass Way Lunik, Bandar Lampung, agar dapat kopi robusta bermutu jempolan langsung dari petani kopi Lampung. Mereka angkut kopi dari Indonesia dalam bentuk biji, kemudian menyandarkan harganya di London, Inggris, yang tak ada batang kopi.

Bertahun-tahun petani Lampung harus mendengar siaran BBC London untuk nguping harga kopi dunia. Apa kata BBC itulah harga tengkulak di Sumberjaya, Ulu Belu, Bukit Kemuning, Liwa, Talangpadang, dan Baradatu. Orkestra harga kopi dunia diputar dari London sana, bukan dari Ulu Belu.

Kini, tak hanya biji kopi grade satu yang mereka angkut. Kafenya pun buka di Mal Boemi Kedaton tanpa kita tahu apa kontribusinya terhadap petani kopi Lampung. Apa MoU mereka sehingga bisa dapat izin buka kafe di jantung Lampung. Adakah satu rupiah dari setiap cangkir mereka sisihkan untuk meremajakan kopi petani Liwa?

Tak ada cara lain kecuali kopi harus diracik dengan kreatif. Lampung harus punya sekolah kopi yang melatih para barista meracik aneka jenis varian rasa kopi dengan segala latte yang seolah selfie di permukaan cangkir. Libatkan penuh komunitas sebagai penyelenggara even. Begitu agar kopi terasa nikmat. Baru kita bisa bersenandung sambil berkata, "Kopiku kental, kantongku tebal."

Tabik puunnnnn.........


Amiruddin Sormin
Wartawan Utama

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...