
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menegaskan hak angket KPK merupakan domain Komisi III DPR. Fadli yakin Komisi III telah melakukan berbagai pertimbangan dalam rapat dengar pendapat dengan KPK sebelum mengusulkan hak angket.
"Hak angket dan hak bertanya itu adalah hak yang melekat pada hak anggota DPR. Harus dilihat sebagai hal yang biasa saja. Justru aneh kalau selama periode DPR tidak ada hak angket. Enggak ada hak bertanya. Enggak ada hak menyatakan pendapat," kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Menurut Fadli, penggunaan hak angket masih relatif minim dilakukan DPR. Padahal, hak angket merupakan bagian untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan. Hal itu merupakan bagian dari fungsi pengawasan.
"Jadi kalau hak angket harus dilihat biasa-biasa saja," kata Politikus Gerindra itu.
Fadli belum mengetahui apakah usulan hak angket tersebut sudah masuk ke Pimpinan DPR. "Kita pelajari lagi. Kalau itu jadi kesimpulan komisi bisa saja dibawa langsung ke paripurna. Jadi di rapim, bamus, baru paripurna," kata Fadli.
Sebelumnya, Komisi III akan menggelar rapat pleno mengenai usulan hak angket kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencananya usulan tersebut akan diajukan dalam rapat paripurna terakhir sebelum masa reses.
"Hak Angket itu kan salah satu sarana pengawasan yang dimiliki oleh DPR dan diatur dlm UU MD3. Jadi kalaupun digunakan bukan sesuatu yang luar biasa, termsk terhadap KPK yg merupakan lembaga dimana anggaran, legislasi dan pengawasan umumnya memang dibawah DPR," kata Anggota Komisi III DPR Arsul Sani melalui pesan singkat, Kamis (20/4/2017).
Arsul mengatakan rencana hak angket terkait KPK dikarenakan ada beberapa hal yang dianggap Komisi III DPR belum jelas. Terutama setelah mendengar penjelasan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Politikus PPP itu mengatakan hak angket itu tidak hanya terkait dengan penyebutan enam nama anggota Kom III DPR dalam kesaksian penyidik KPK di persidangan kasus e-KTP. Enam nama itu disebut menekan Politikus Hanura Miryam S Haryani.
"Tetapi juga terkait temuan BPK yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan KPK tahun 2015 dimana ada 7 temuan penyimpangan anggaran," kata Arsul.
No comments:
Post a Comment