Wednesday, April 12, 2017

Beg-Packers: Fenomena Turis Bule yang Jadi Peminta-minta di Asia

Tetapi belakangan muncul istilah beg-packers. Itu dinobatkan untuk turis berkulit putih alias bule-bule yang menjadi peminta-minta di pinggir jalan. Keberadaan mereka merebak di negara-negara Asia seperti Malaysia, Hongkong, Thailand, dan Singapura.

Mereka mengumpulkan uang belas kasihan pejalan kaki untuk membiayai perjalanan mereka. Beberapa melihat fenomena ini aneh, tetapi ada juga yang tidak suka dan menyebut mereka tukang mimpi. Umumnya mereka adalah anak-anak muda. Tidak selalu murni meminta-minta, ada yang menjadi pengamen atau menjual beragam aksesoris. Untuk meraih belas kasihan, mereka membawa tulisan untuk menjelaskan mengenai kondisi mereka.

Ada yang butuh uang untuk beli tiket pulang, ada yang ingin melanjutkan perjalanan tetapi kehabisan uang, atau ada juga yang benar-benar tidak punya uang sesen pun untuk makan.

Salah satu foto yang menjadi viral adalah pasangan yang duduk di lantai dengan membawa kertas bertulis, "Dukung perjalanan kami keliling dunia." Di hadapan mereka digelar alas yang memajang aneka postcard untuk dijual.

Foto lain menunjukkan wisatawan asing yang ngamen dengan gitar dan harmonika. Melantunkan tembang-tembang Pink Floyd dan Guns 'N' Roses dia juga membawa tulisan yang sama. Meminta sumbangan untuk biaya jalan-jalan keliling dunia.

Seorang netizen, Maisarah Abu Samah menulis di akun Twitternya kalau apa yang dilakukan turis-turis itu sangat aneh. "Sangat aneh bila Anda meminta orang lain membantu Anda jalan-jalan," ujar warga Singapura itu.

Dikatakan Maisarah, tidak banyak peminta-minta, pedagang asongan, atau pengamen di Singapura karena ada peraturan yang ketat mengenai itu. Dan, bila memang ada pedagang asongan atau pengamen, mereka biasanya ada di pusat kota dan bukan di dekat stasiun, atau berada di kawasan menengah atas. "Tak hanya itu, saya juga tidak pernah melihat orang kulit putih melakukannya di Singapura," tulisnya.

Ditambahkan Maisarah, menjadi pedagang asongan atau pengemis memang tidak dianggap memalukan. Namun, mereka yang melakukan hal itu adalah orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Untuk beli makan, membayar uang sekolah anak-anak, atau biaya hidup. "Namun, bukan untuk melakukan sesuatu yang dianggap sebagian besar adalah kemewahan," tegasnya.

Ada juga travellers yang menggunakan situs donasi untuk membiayai perjalanan mereka. Dan celakanya, lingkungan sepertinya tidak masalah dengan itu.

Dijelaskan Louise K, perempuan Malaysia yang belajar politik ekonomi dan gender, perilaku seperti ini menunjukkan ketidaseimbangan yang masih ada antara dunia Barat dan mantan koloni mereka di Asia. "Mereka melihat Asia sebagai tempat eksotis untuk penemuan spiritual," katanya.

Tetapi, ada juga yang menilai Asia adalah taman bermain. "Kadang saya bertanya, mengapa mereka menganggap perilaku seperti itu normal di Asia? Mengapa mereka tidak melakukannya di rumah juga?" tanya Louise.

Sayangnya, sambung Louise, masih ada diskriminiasi dan rasisme kepada mereka yang tidak berkulit putih. "Itu adalah warisan kolonial. Turis pengemis itu akan diperlakukan berbeda jika mereka tidak berkulit putih," tegasnya.(theobserver/dailymail/tia)

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...