Wednesday, December 14, 2016

Bupati: Mekanisme SOPD Sumenep Aneh

Sumenep (beritajatim.com) - Bupati Sumenep, A. Busyro Karim menilai ada sesuatu yang aneh dalam perjalanan raperda struktur organisasi perangkat daerah (SOPD) setempat, pasca turunnya hasil evaluasi Gubernur Jawa Timur.

"Sejak dulu itu, biasanya kalau sudah turun hasil evaluasi gubernur, maka akan masuk ke Ketua DPRD, kemudian langsung dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) DPRD. Mekanismenya memang seperti itu. Kalau sekarang ini memang aneh," katanya, Rabu (13/12/2016).

Ia menyebut keanehan itu ada pada mekanisme pasca masuknya berkas hasil evaluasi Gubernur ke Ketua DPRD. Yang seharusnya langsung diteruskan ke bamus, tetapi malah masuk ke panitia khusus (pansus) dan fraksi.

"Padahal tugas pansus kan sudah selesai. Ketika sudah selesai membahas raperda, ya berarti sudah selesai. Ini memang sesuatu yang aneh," ucapnya lagi.

Pansus Raperda SOPD DPRD Sumenep awalnya menetapkan ada 26 satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Jumlah tersebut lebih ramping dibanding usulan eksekutif sebanyak 33 SKPD. Hasil pembahasan pansus tersebut dikirimkan ke Gubernur Jawa Timur untuk mendapatkan evaluasi. Ternyata hasil evaluasi Gubernur menetapkan ada 30 SKPD.

Pansus menganggap hasil evaluasi Gubernur tersebut secara administratif cacat hukum, karena ditandatangani oleh pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Timur. Padahal semestinya tertulis pelaksana harian (Plh), karena Sekda Prov tidak berhalangan tetap. Karena itu, pansus meminta agar diterbitkan evaluasi baru dari gubernur.

Yang mengejutkan, ketika turun hasil evaluasi kedua dari Gubernur Jawa Timur yang ditandatangani langsang Sekdaprov, ternyata jumlah SKPD membengkak menjadi 31.

Legislatif pun kembali melakukan penolakan, karena menganggap hasil evaluasi gubernur tersebut banyak yang tidak sesuai aturan. Hasil 'kompromi' Pansus, SKPD tidak lagi 26 seperti pada pembahasan awal, namun menjadi 28. Perubahan tersebut ada pada Dinas Komunikasi dan Informatika yang semula digabung dengan Dinas Perhubungan, disetujui berdiri terpisah karena tidak satu rumpun.

Selain itu, legislatif juga telah menyepakati pemisahan Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset menjadi dua SKPD seperti yang tertulis dalam evaluasi gubernur, yakni pengelolaan aset berdiri sendiri menjadi Badan.

Namun lagi-lagi belum ada titik temu antara legislatif dan eksekutif. Kalangan eksekutif tampaknya bersikukuh untuk melaksanakan hasil evaluasi Gubernur tersebut.

"Tidak ada mekanisme yang memperkenankan setelah hasil evaluasi gubernur terhadap raperda turun, diubah oleh Pemerintah Kabupaten. Tidak ada mekanisme seperti itu, baik di tata tertib, bahkan di PP juga tidak ada yang bisa merubah hasil evaluasi gubernur," tandas Busyro.

Ia tetap bersikukuh bahwa hasil evaluasi gubernur itu bersifat final dan harus dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten. "Jadi memang tidak ada mekanisme untuk merubah. Ini sudah final. Daerah hanya melaksanakan saja. Kalau kabupaten sudah tidak tunduk kepada gubernur nya, terus mau gimana?" pungkasnya. [tem/suf]

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...