
Oleh Lukman Hakim
SATU fenomena menghebohkan kembali menyeruak melanda bangsa Indonesia. Belum lagi misteri kematian Mirna terkuak, kini muncul fenomena Dimas Kanjeng Taat pribadi yang menghiasi hampir semua media massa. Tayangan YouTube yang mempelihatkan kemampuan seorang pimpinan padepokan dalam menggandakan uang, telah mencetus pro dan kontra opini dalam masyarakat. Penampakan pria paruhbaya ini memang penuh misteri, matanya bercelak, jubahnya yang hitam kelam, matanya yang tajam semakin menyempurnakan kemisteriusannya.
Bagi kalangan yang percaya, fenomena ini dipahami sebagai sebuah keajaiban nusantara. Keberadaan Dimas Kanjeng Taat pribadi diyakini sebagai reinkarnasi atau titisan para wali dengan sejuta kemampuan metafisika atau kemapuan adi kodrati. Sebaliknya bagi kalangan membantah, fenomena penggandaan uang di padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi tidak lebih dari penipuan yang dibumbui simbol-simbol agama.
Simpul analisis
Mencermati fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini, setidaknya ada beberapa simpul analisis yang mungkin dapat membedahnya: Pertama, fenomena ini memperlihatkan sebuah kegalauan mental masyarakat Indonesia dalam menghadapi kesulitan hidup. Muncullah keinginan mencari jalan pintas dalam memperoleh rezeki. Makanya isu penggandaan uang ini cukup menjadi daya tarik bagi kalangan kelas bawah demi merubah nasib kemiskinan yang melekat pada status mereka. Analisis model ini masih kurang koleratif bagi pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang dari kalangan elite, sebab mereka tidak bermasalah dengan kesulitan ekonomi tetapi besar kemungkinan mereka masuk dalam simpul analisis berikunya.
Kedua, fenomena ini menandakan bahwa sebagian masyarakat Indonesia rentan aqidah dan spritualitas. Orang yang mempunyai basis akidah yang kukuh mungkin tidak akan mudah terpengaruh dengan ajaran yang aneh-aneh semacam ini. Apalagi kononnya Dimas Kanjeng Taat Pribadi menyebutkan dirinya sebagai maha guru kunfayakun yang bisa medatangkan apa saja yang diingini. Padahal, dalam akidah Islam lafaz kunfayakun ini dipahami sebagai kekuatan Ilahiyah dalam penciptaan alam yang hanya ada pada zat Allah. Menyamakan kemampuan Allah dengan kemampuan manusia ini dalam ukuran agama menjurus kepada prilaku kesyirikan.
Ketiga, kurangnya pemanfaatan potensi rasionalitas dan logika. Tumpul rasionalitas dan logika ini diakibatkan kecenderungan terhadap materi yang membungkah dalam jiwa. Menutupi indikator kebenaran, sehingga terjebak dalam prilaku aneh dan percaya kepada hal-hal yang irrasional sekalipun. Padahal dalam logika sederhana, kalau memang Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu mampu menggandakan uang, mengapa ia harus meminta uang kepada orang lain, bukannya ia hanya perlu menggandakan uang yang ia miliki sebanyak yang ia inginkan?
Keempat, Pemahaman saint yang keliru. Ada kalangan yang menganggap bahwa fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi dapat dijelaskan secara saintifik terkini. Argumentasi ini mungkin keliru sebab fenomena metafisik ini memang melampaui ranah saintifik, baik sains klasik maupun sains modern sekalipun. Ranah sains dalam pemahaman klasik hanya mampu menjawab fenomena empirikal dalam bentuk pengukuran dan timbangan yang terhingga terhadap materi. Malah sains modern sekelas teori fisika kuantum yang telah meretasi ketakterhinggaan materi juga tidak dapat menjelaskan tentang fenomena misterius ini. Sebab teori fisika kuantum tidak dapat diproyeksikan pada benda material seperti uang, baik untuk diadakan, didatangkan atau digandakan.
No comments:
Post a Comment