Setelah bersitegang selama berbulan-bulan, akhirnya DPRA bersikap lunak terkait pembahasan perubahan Qanun Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota. Dengan demikian, Badan Legislasi (Banleg) DPRA dan Tim Pemerintah Aceh kembali membahas perubahan Qanun Pilkada itu.
"Qanun itu kita bahas kembali setelah Ketua DPRA, Tgk Muharuddin mengirimkan surat nomor 161/1089 tanggal 31 Mei 2016 kepada Gubernur Aceh. Tentang Pasal 24 Qanun Pilkada, menurut surat Ketua DPRA, dinyatakan isinya dikembalikan kepada draf awal sebagaimana diajukan pihak eksekutif kepada legislatif," kata Ketua Tim Pembahas dari Eksekutif, Dr Muzakkar A Gani SH MSi.
Pasal 24 itu tentang persyaratan bakal calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang naik melalui jalur independen. Isinya antara lain, dukungan sekurang-kurangnya 3 persen dari jumlah penduduk yang tersebar di sekurang-kurangnya 50 persen dari jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur.
Sedangkan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota, dukungan 3 persen itu harus berasal 50 persen jumlah kecamatan.
Dukungan itu antara lain harus dibuktikan dengan salinan/fotokopi salah satu identitas diri seperti KTP, paspor RI, SIM, atau identitas lainnya yang masih berlaku. Setiap pemilih hanya boleh memberi dukungan kepada sepasang calon. Lebih dari itu tidak sah.
Isi pasal 24 itu sudah disepakati kedua belah pihak. Selanjutnya Banleg DPRA dan Tim Pemerintah Aceh sedang membahas pasal-pasal lainnya dari draf perubahan Qanun Pilkada Aceh.
Sebelumnya, pasal 24 itu sempat diubah oleh Banleg DPRA sehingga mengundang protes karena dianggap sangat memberatkan calon yang maju dari jalur perseorangan. Perubahan itu juga dinilai karena DPRA memang memiliki agenda terselubung di baliknya, yakni memuluskan calon dari jalur parpol.
Dalam "dakwa-dakwi" yang berkembang secara terbuka --termasuk polemik di media massa-- selama berbulan-bulan, kecenderungannya memang lebih mendukung isi pasal 24 versi Pemerintah Aceh atau sebagaimana yang sudah disepakati.
Isi pasal 24 yang sudah disepakati sama dengan yang berlaku secara nasional. Bahkan, beberapa waktu lalu pihak KIP sudah mengumumkannya ke publik. Dan, calon independen beserta pendukungnya menyambut lega pemberlakuan isi pasal 24 yang tidak terlalu memberatkan itu.
Terkait tentang kekhususan Aceh dalam melaksanakan Pilkada tentu tak harus dipaksakan dengan syarat yang berat-berat dan aneh-aneh. Cukup disesuaikan saja dengan kultur masyarakat, situasi, dan kebutuhan. Misalnya, bakal calon wajib mengikuti tes baca Alquran. Itu sudah cukup memncerminkan kekhususan daerah ini.
No comments:
Post a Comment