AKURAT.CO, Setelah disahkan beberapa waktun lalu, Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) menjadi polemik di kalangana masyarakat sipil saat ini, bahkan polemik tersebut juga terjadi di Internal DPR sendiri.
Pengamat politik Univestitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, kontroversi UU MD3 itu sebenarnya bisa dicegah dari oleh DPR. Namun, sayangnya tidak niat seperti itu dikalangan anggota Dewan.
"Kontroversi ini sebenarnya bisa saja dicegah dari awal oleh anggota DPR, tapi itu tak pernah terjadi, malah menambah kontroversi," kata Hendri Satrio dalam diskusi bertajuk 'Benarkah DPR Nggak Mau Dikritik?' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2).
Menurut Hendri Susanto, dari awal, tujuan pembahasan UU MD3 itu untuk menambah satu kursi pimpinan DPR. Kemudian, pada kenyataannya jadi banyak kursi yang dibahas. Selain itu, ditambah lagi dengan isu tentang menjaga kehormatan dewan, sehingga menyebabkan masyarakat berpikir bahwa anggota DPR anti kritik.
"Tadi kan sudah dijelaskan bahwa akan ada penjelasan-penjelasan lanjutan terhadap apa yang dimaksud dengan merendahkan kehormatan dewan. Itulah yang harus kita kawal terus," katanya.
Ia khwatir setelah disahkan UU MD3 ini masyarakat tidak bisa lagi mengkritik wakil rakyatnya di parlemen. "Kan aneh, para wakil kita ini, masih menerima gaji dari rakyat kemudian menghindar dari celotehan-celotehan rakyat, watak yang cukup aneh," heranya.
Namun, ia berharap kedepan tidak terjadi seperti demikian. Ia pun berharap ada penjelsana penjelasan lanjutan terkait pasal yang kontroversial terasebut. "Supaya masyakat tidak kecewa dengan keputsan dpr kemarin"
Dijelaskannya, pasal-pasal yang aneh dalam UU MD3 itu dipengaruhi juga dengan putusan yang sangat terburu-buru. "Jadi memang kalau sifatnya terburu-buru akan seperti itu. Bukan salah opini publik menganggap bahwa ada maksud-terselubung dibalik penetapan ini," pungkasnya.
Pasal Yang dianggap kontroversial itu, pertama ada Pasal 73 yang mewajibkan polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, yang enggan datang. Lalu ada Pasal 122 huruf K, dimana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR bisa mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan Anggota DPR.
Selain itu, tersapat Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahuku sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.[]
Editor. Iwan Setiawan
No comments:
Post a Comment