Macet lagi, macet lagi, gara-gara si Komo lewat. Petikan bait lagu soal kemacetan yang dinyanyikan Melisa (penyanyi cilik) tahun 1980 hingga 1990-an. Lagu yang menceritakan kemacetan di jalan tol disebabkan hewan yang diibaratkan komodo.
Entah kenapa hewan komodo dijadikan sebuah pesan penyebab kemacetan di ibu kota. Saya coba mencari referensi di balik pencipta lagu apa tujuan tersirat dan tersurat dari perumpamaan itu. Tapi belum mendapatkan jawabannya secara memuaskan.
Macet jalur Lumajang-Probolinggo (Jangpro) jadi viral semalam. Bahkan, kemacetan di jalur ini memakan waktu lebih dari 6 jam.
Kemacetan tetap akan terjadi, karena volume kendaraan terus bertambah dan ruas jalan tetap saja tak ada pelebaran serta tak dipikirkan jalur alternatif. Kemacetan akan terus jadi momok menakutkan bagi pengguna jalan, baik angkutan umum maupun mobil pribadi.
Kemacetan jalur Jangpro dulu disebabkan Pasar Ranuyoso kemudian saudara kita disalahkan kurang tertib dan sulit diatur. Kemudian stigma negatif disematkan ke saudara kita yang biasa jualan di pasar tersebut. Lantas Pemkab Lumajang membuat rekayasa lalu lintas. Harapannya masalah ini tuntas.
Kemudian, kemacetan disebabkan jalan rusak dan dituding jadi penyebab masalah lalu lintas di jalur Jangpro. Dilanjutkan banyaknya truk pasir besar dan kecil melintas juga pernah jadi biang keroknya. Lagi-lagi pernah jadi viral. Setelah kasus Salim Kancil, jalanan lancar dan mulai muncul pertanyaan antara hubungan pasir, kemacetan lalu lintas dan PAD sektor tambang sebagai idola Pemkab Lumajang.
Lebaran kemarin, macet di jalur Jangpro pernah jadi viral, karena kendaraan bergerak padat dan merambat. Sekarang kemacetan terjadi lagi di akhir pekan, di mana warga Lumajang yang mau balik ke kota dan luar kota terganggu jadwalnya. Akhirnya, ramai pula di Medsos. Kalau di hari efektif terjadi macet jarang jadi viral.
Dari cek dan ricek, kemacetan Minggu malam hingga Senin dini hari karena dua penyebab. Pertama, as truk patah jadi penyebab di sekitar rel perlintasan kereta api di Desa Wartes Wetan, Kecamatan Ranuyoso. Selain itu, kendaraan untuk menghadiri kegiatan haul Habib Soleh di Kecamatan Tanggul, Jember yang banyak melintas di jalur Jangpro juga volumenya tinggi. Kebetulan saya dari timur terkena macet di Tanggul dan mobil tidak bergerak dari arah barat hingga Pondok Dalem.
Kata teman saya yang biasa bolak-balik di jalur Jangpro, hari Minggu, tak pernah semacet ini. Aneh dan di luar prediksi kata dia, meski akhirnya harus tiba di Surabaya Senin diri hari. "Yo aneh pisan (sekalian), baru kali ini terkena macet," ujar teman saya yang sudah 5 tahun terakhir bolak-balik melintasi jalur Jangpro di hari Minggu.
Ada keanehan lagi, kalau macet jalur Jangpro dipastikan tak ada begal dan copet. Jadi bagi pengendara roda 2 aman dan melanju tanpa was-was. Tapi tetap harus hati-hati kejahatan terjadi karena ada kesempatan dan karena itu harus tetap waspada.
Problem kemacetan di jalur Jangpro wajib jadi pembahasan khusus bagi dua pemerintah daerah: Lumajang dan Probolinggo Kabupaten. Sebab, kalau tidak, jalur Jangpro jadi momok yang mesti dihindari mayoritas pengendara yang hendak ke Lumajang, Jember atau Banyuwangi. Kalau hal ini terjadi, maka dampak ekonominya bersifat multiplier. Semua sektor ekonomi dan pelakunya pasti kena dampak negatif. Ujung-ujungnya ekonomi lokal tak menggeliat. Kalau sudah seperti ini, rakyat yang merugi. [air/har]
No comments:
Post a Comment