Jakarta, GATRAnews - Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Anton Tabah Digdoyo, menilai kasus dugaan penistaan agama terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sangat aneh karena tidak seperti kasus penodaan agama lainnya.
"Saya melihat kasus Ahok ini aneh, semua kasus penistaan agama pelakunya segera ditahan. Ini Ahok sudah terdakwa tidak ditahan, padahal mengulang-ulangi perbuatannya. Bahkan menantang-nantang ulama dan umat Islam," kata Anton di Jakarta, Kamis (2/2).
Selain itu, lanjut Anton, sidang terdakwa Ahok juga aneh karena ini apakah kasus penistaan atau penodaan agama, lari ke pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta, serta menelanjangi privasi saksi.
"Kasusnya penistaan atau penodaan agama. Kok lari ke pilkada aplagi yang diperiksa saksi kok lari ke masalah privacy segala tidak ke pokok perkara," katanya.
Anehnya lagi, persidangan juga sampai ke masalah telepon ke seseorang, sehingga memunculkan pertanyaan, apakah Ahok melakukan penyadapan terhadap Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin dan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Nah ini masalah karena yang boleh menyadap hanya penyidik terkait dengan tugas penyidikanya, itupun wajib izin pengadilan. Yang saya heran, JPU yang undang saksi kok diam saja melihat sidang lari jauh ke
luar pokok perkara. Saya jadi curiga. Ada apa ini?" ujarnya.
Menurut Anton, penistaan agama sudah jelas unsur-unsurnya. "Kebetulan saya dulu yang memproses kasus Pak Permadi ketika saya komandan di Jogja tidak lari dari pokok perkara. Sidangnya cepat sederhana dan murah," katanya.
Sedangkan jika melihat kasus Ahok, pelimpahan perkaranya dari penyidik Polri kepada jaksa penuntut umum hingga Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) berlangsung super cepat. Namun lelet di persidangan.
"Tapi di sidang bertele-tele, melebar ke mana-mana, jadi lama dan mahal. Tidak sesuai azas peradilan yang mesti cepat, murah, dan sederhana. Saya juga ingat semua pelaku kasus penodaan agama dari Arswendo, Pak Permadi, Lia Eden, Musadeq bahkan yang terbaru bu Rusgiani. Semua sidangnya berjalan cepat, murah, dan sederhan dan semua pelakunya menyesal tak akan mengulangi lagi perbuatannya," tandas Anton.
Menurutnya, Ahok tidak ada rasa menyesal, bahkan menyampaikan tantangan ke berbagai pihak, mungkinkah dia telah kliru memaknai kebebasan seperti kebebasan liberal sekuler yang boleh bebas apa saja, termasuk bebas atheis agnostis bahkan bebas kawin sejenis?
"Padahal itu sangat bertentangan dengan ideologi NKRI, Pancasila, dan dasar NKRI Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai Pasal 29 ayat 1 UUD 45," ujarnya mantan jenderal Polri yang kini menjadi pengurus KAHMI itu.
Pemahaman kebebasan ala liberal ini sangat berbahaya bagi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) jika tidak segera dihentikan, NKRI akan tinggal puing-puing sejarah yang meranggas.
Reporter: Iwan Sutiawan
No comments:
Post a Comment