TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tentu saja aneh, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa alat komunikasinya disadap secara ilegal dan ada isu yang mengait-kaitkan dirnya dengan peristiwa demo dan dugaan makar, tapi solusinya adalah minta ketemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan Pengamat Politik Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Kamis (2/2/2017).
"Ini seperti solusi yang melompat," ujar Direktur Lingkar Madani ini kepada Tribunnews.com.
Karena itulah mengapa pihak istana belum menggubris permintaan SBY untuk dapat diterima berjumpa Presiden Joko Widodo (Jokowi), menurutnya.
Sebab, tentu untuk pertemuan-pertemuan seperti ini harus didasarkan pada kebutuhan yang penting.
"Belum ditemukannya adanya kebutuhan penting itulah nampaknya yang membuat pihak istana tak jua mengundang SBY ke istana," kata Ray Rangkuti.
Lebih lanjut menurut Ray Rangkuti, SBY merasa komunikasinya disadap secara ilegal. Tentu hal ini bisa melanggar hukum.
Jika hal ini tindakan melanggar hukum, tentunya ditangani oleh aparat penegak hukum.
Namun apara penegak hukumnya belum bergerak, karena memang tidak ada perintah dari pengadilan untuk membongkar kasus ini.
Maka sudah semestinya imbuhnya, SBY lah yang melakukan pelaporan atas dugaan penyadapan ilegal alat komunikasinya.
"Dengan dasar itu, polisi dapat bertindak u melakukan penyidikan," ujarnya.
SBY mengaku ingin berbicara blak-blakan soal sejumlah tuduhan yang dialamatkan kepadanya dan juga Partai Demokrat.
SBY yang menggelar jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (1/2/2017), menyatakan dirinya telah dituduh sejumlah isu seperti mendanai aksi damai 411, menginisiasi gerakan makar, hingga rencana pengeboman Istana Merdeka.
Atas semua tuduhan itu, SBY merasa difitnah. Dia pun merasa pemerintah seolah mendapatkan informasi yang keliru.
No comments:
Post a Comment