RILIS.ID, Palu— Rektor Universitas Tadulako Muhammad Basir menyatakan, salah satu upaya dalam menangkal paham radikalisme di perguruan tinggi adalah menjalin bekerja sama dengan Polri.
"Jika ada fenomena aneh-aneh aparat harus masuk, dan Alhamdulillah, kami ada yang dinamakan Polsaka atau polisi sahabat kampus, yang sekaligus sebagai pembina satuan pengamanan kampus," kata Basir yang dihubungi dari Palu, Rabu (6/6/2018). Terkait pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyatakan sejumlah kampus diduga terpapar paham radikalisme, menurutnya, setiap kampus berbeda-beda kondisi yang dihadapi. Beda juga karakter kewilayahan dan manusianya. "Bagi kami, setiap dinamika tidak harus diterjemahkan berlebihan, namun semua unsur bekerja sesuai tupoksi. Dan bagi kami, aparat itu jauh lebih memahami semua situasi," kata Basir. Mengenai paham-paham itu, kata Rektor, tidak mengenal status dan siapa saja bisa terpapar. Selain itu, tidak ada juga kalangan kampus yang kebal hukum bila melanggar. "Semua saluran akademik kami gunakan untuk mengingatkan, tetapi kami tidak memiliki kemampuan ungtuk mengekseksusi," ujar Rektor. Beberapa waktu lalu, Untad juga membentuk Pusat Pengembangan Deradikalisasi dan Penguatan Sosio-Akademik (Pusbang DePSA), merupakan bentuk komitmen Untad sebagai perguruan tinggi yang didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah, untuk mewujudkan kehidupan kampus yang bebas dari perkembangan pengaruh ideologi radikal. Hingga awal 2018, jumlah mahasiwa yang terdaftar dan mengikuti pelatihan dari lembaga tersebut kurang lebih 750 orang, dari berbagai fakultas di Untad. Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Asep Saifuddin meminta agar pendekatan dalam mencegah radikalisme lebih edukatif dan persuasif. "Sebaiknya pendekatannya lebih edukatif dan persuasif agar tidak menimbulkan resistensi di kalangan kampus," ujar Asep. Asep yang juga Rektor Universitas Al Azhar Indonesia itu menambahkan radikalisme merupakan sesuatu yang tak bisa ditolerir. Untuk itu, perguruan tinggi harus melakukan tindakan preventif dan edukatif. "Jangan heboh dan juga keras, karena nanti dikhawatirkan akan terjadi resistensi serta akan menyebabkan antipati. Untuk pendekatan yang edukatif dan persuasif yang diutamakan," imbuh Asep.Sumber: ANTARA
No comments:
Post a Comment