JawaPos.com - Advokat senior Maqdir Ismail menyebut persoalan di negara berkembang memang melulu membahas kejahatan korupsi. Namun, menurutnya pasal korupsi masuk dalam kejahatan biasa bukan luar biasa (extra ordinary) mengingat pelakunya pejabat negara seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Munculnya pasal tersebut, katanya dari timbulnya kegeraman beberapa pihak maka perlu diberantas. Padahal, di UU internasional korupsi tidak masuk dalam kejahatan luar biasa. Jadi adanya, RKUHP tidak akan menganggu jalan lembaga antirasuah.
"Ada pasal korupsi, ya kejahatan biasa. Nggak ada yang lebih dari hal tersebut, hanya karena dilakukan pejabat. Lihat UU internasional kejahatan luar biasa korupsi nggak masuk karena melanggar HAM. Kita doang yang ribut korupsi kejahatan yang luar biasa," ujar Maqdir dalam acara diskusi dengan tajuk 'Berebut Pasal Korupsi?', di Jakarta, Sabtu (2/6).
Menurut Maqdir, jika nantinya RKUHP disahkan, maka lembaga antikorupsi tersebut akan tetap bekerja. Namun dalam melaksanakan kewajiban menggunakan pasal KUHP, sehingga semua bisa terkontrol.
Senada dengan Maqdir, Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Nasdem, T. Taufiqulhadi juga menyebut kasus korupsi bukan peristiwa yang luar biasa. Karena, masyarakat geram dengan perilaku tersebut maka munculah pasal korupsi itu.
Intinya, katanya yang perlu ditekankan perihal pidana khusus yang dimiliki UU Tipikor seperti penyimpangan atau tidak. Menurutnya, KUHP yang dibuatnya menggunakan persepsi yang tidak melemahkan. Karena KUHP akan menjadi payung hukum pidana lain.
"Pidana yang dianggap khusus masih masuk dalam KUHP konstitusi pidana, semacam payung hukum pidana lain. Seperti tentang Komnas HAM, teroris, korupsi, pencucian uang dan narkotika, itu konsepnya," tuturnya.
Sementara itu, menurut pengamat hukum Umar Husin, kasus korupsi seperti operasi senyap yang kerap dilakukan KPK merupakan hal biasa aja. Namun karena adanya pemberitaan, maka membuat kasus ini jadi luar biasa.
"Padahal Lebih banyak jaksa dan polisi yang nangkap dan balikin uang negara, kan ini masalah pemberitaan saja karena publik relationnya aja, kan dulu jarang OTT, sekarang banyak," katanya.
Oleh karena itu, ia sepakat jika UU khusus lain perlu dicabut demi kesepakatan kesatuan dan kepastian hukum.
"Demi kesatuan hukum dan kepastian hukum nah kurang sepakat masih berlaku diluar KUHP? Ya nggak usah, ya di cabut," tutupnya.
(ipp/JPC)
No comments:
Post a Comment