BANDUNG, (PR).- Kasus penganiayaan Komandan Brigade PP Persatuan Islam (Persis) HR Prawoto mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LL.RE Martadinata. Sidang perdana penganiayaan ustaz Persis hingga meninggal, Kamis 24 Mei 2018 itu, diwarnai gelagat aneh terdakwa.
Terdakwa Asep Muftah (45) sebelumnya disebut mengidap gangguan jiwa. Namun, ia tetap hadir dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Wasdi Permana.
Persidangan kasus tersebut mendapat pengawalan ketat dari kepolisian. Aparat dari pagi terus berjaga jaga disekitar pengadilan. Asep tiba di PN Bandung sekitar pukul 11.20. Kedatangannya didampingi Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Yoris Maulana. Terdakwa sendiri hadir ke muka persidangan mengenakan peci rajut warna coklat bermotif, baju putih dan celana hitam.
Gelagat yang tak biasa ditunjukkan para terdakwa pembunuhan ialah senyum-senyum saat mendengar dakwaan dibacakan. Saat hakim menanyakan apakah terdakwa mengerti dengan dakwaan yang dibacakan jaksa, Asep juga tersenyum.
"Terdakwa barusan sudah dibacakan dakwaan, apakah jelas?" tanya Wasdi. Terdakwa pun mengangguk dan bilang jelas. Namun saat ditanya mengerti atau tidak Asep menjawab tidak mengerti.
Atas jawaban itu sontak membuat pengunjung sidang tertawa. Oleh karenanya dalam persidangan tersebut hakim beberapa kali memberikan penjelasan lebih rinci kepada terdakwa agar bisa memahami isi dakwaan.
Namun kelucuan kembali hadir di persidangan saat terdakwa diminta berkonsultasi dengan penasehat hukum. Ia seperti menunjukkan gelagat malu-malu dan malah bertanya bayar atau tidak.
"Enggak bayar ini ditanggung oleh negara," kata hakim. Hakim menjelaskan perbuatan terdakwa diancam hukuman lebih dari sembilan tahun penjara sehingga harus diberikan pendamping.
Kronologi penganiayaan ustaz Persis hingga meninggal berdasar dakwaan
Jaksa Penuntut Umum menjerat Asep Maftuh dengan pasal pembunuhan berencana dan penganiayaan.
Menurut JPU KejaksaanNegeri Bandung Dina B.A Situmorang, perbuatan Asep didakwa pertama melanggar pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman pidana mati. Atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
"Terdakwa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menyiapkan satu batang pipa besi ukuran sekitar 120 cm. Datang ke rumah korban dan memukulkan pipa besi yang diarahkan ke bagian kepala, muka, dan kening korban. Dengan maksud agar korban meninggal dunia," ucapnya.
Sementara dakwaan kedua yakni pasal 351 ayat (3) tentang penganiayaan terhadap ustaz Persis hingga meninggal dunia dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun penjara. "Bahwa akibat pemukulan yang dilakukan terdakwa, korban mengalami luka di beberapa bagian tubuh sampai meninggal dunia," katanya.
Dina mengatakan, perbuatan terdakwa dipicu kemarahan terdakwa kepada korban karena korban mengurus tanah yang sekarang ditempati terdakwa. Karena tidak terima dengan sikap korban, terdakwa meluapkan emosinya dengan melempari tanah ke rumah korban hingga ustaz Persis itu keluar rumah. Korban melarang terdakwa agar jangan melempari rumahnya, dengan berkata, "hei hei hei".
Tepat di Jalan Gang Daerah Blok Kasur Rt.001/005 Kel. Cigondewah Kidul Kec. Bandung Kulon Kota Bandung memukul korban sampai terjatuh. Korban terduduk menyandar di tembok mendekati korban. Posisi terdakwa berdiri berhadapan dengan korban.
"Terdakwa yang emosi marah kepada korban dan memukulkan pipa besi. Ke bagian kepala dan muka korban lebih dari satu kali," tambahnya.
Sidang pun ditunda hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.***
No comments:
Post a Comment