
Surabaya, Gesuri.id - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengusulkan perlunya sanksi bagi siswa SD dan SMP yang nilai mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) nol berupa tidak bisa naik kelas atau lulus sekolah.
Risma mengatakan hal ini telah disampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendi saat berkunjung ke Balai Kota Surabaya, Senin (14/5), menyikapi perilaku aneh sewaktu sekolah dari salah satu anak yang menjadi pelaku bom bunuh diri di GKI Jalan Diponegoro.
"Anak itu nilai PPKN-nya nol. Kalau PPKN nol mestinya tidak boleh masuk kelas, dua kali berturut-turut ya dikeluarkan saja," kata Risma di Surabaya, Kamis (17/5).
Baca: Risma Minta Warga Tenang dan Waspada
Anak yang dimaksud Risma adalah salah satu putri dari pelaku bom bunuh diri yakni Dita Oepriarto (bapak) dan Puji Kuswati (ibu), warga Wonorejo, Rungkut, Surabaya. Dita dan Puji memiliki empat anak yakni Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhila Sari (12) dan Famela Rizqita.
Satu keluarga yang tewas karena bom bunuh diri itu sebelumnya membagi peran saat melakukan aksi terornya. Dita meledakkan bom di GPPS Jalan Arjuno, Yusuf dan Firman di Gereja Katolik Ngagel dan Puji bersama dua putrinya Fadhila dan Famela melakukan bom bunuh diri di GKI Jalan Diponegoro.
Risma mengaku telah bertemu dengan salah satu guru kelas dari anak Dita dan Puji yang sekolah di salah satu SD swasta favorit di Kota Surabaya. Pada saat itu, Risma mendapatkan penjelasan dari guru kelas jika anak tersebut nilai PPKN-nya nol.
Padahal, lanjut dia, dalam mata pelajaran PPKN yang diajarkan di semua sekolah tidak hanya diajarkan nilai-nilai dalam Pancasila saja, melainkan juga sopan santun, toleransi, gotong-royong dan lainnya.
Selain itu, lanjut dia, yang mengagetkan anak tersebut juga sempat bilang ke guru kelas maupun teman-temannya punya keinginan mati sahid.
"Katanya juga mau mati sahid," katanya.
Mestinya, kata dia, jika ada anak yang mengeluarkan kata-kata mati sahid seperti itu, maka pihak sekolah harus segera mengambil sikap untuk mengetahui apa yang terjadi pada siswa itu.
"Bisa saja, anak itu tidak sengaja mengucapkan itu. Tapi kita merasakan aneh," katanya.
No comments:
Post a Comment