
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar--Antara/Muhammad Adimaja
Jakarta: Sungkem santri terhadap kiai di Indonesia bukanlah hal yang aneh dan luar biasa. Begitu juga ketika terjadi pertemuan antara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di Cilacap, Jawa Tengah, Kamis, 15 Maret 2018.Dalam kondisi tahun politik seperti sekarang, pertemuan tersebut menjadi peristiwa menarik. Namun, dalam dimensi publik yang lain, peristiwa itu justru lebih dimaknai politis dari semestinya.
Hal itu diungkapkan Direktur SAS Institute Imdadun Rahmat. "Begini lho, Kiai Said adalah guru bangsa dan Cak Imin itu aset bangsa. Dalam NU, tradisi sungkem itu biasa. Pertemuan itu harus dimaknai secara tulus. Bahwa Cak Imin sebagai santri sungkem kepada kiainya, yakni Kiai Said," papar Imdadun, seperti dilansir Media Indonesia, Sabtu, 17 Maret 2018.
Ketika disinggung terkait dukungan Kiai Said kepada Cak Imin yang hendak mencalonkan diri menjadi wakil presiden, Imdadadun menilai hal itu sebagai peristiwa biasa.
"Kepada teman-teman wartawan untuk tidak men-framing pertemuan di Cilacap secara politis. Sebagai seorang kiai yang diminta pendapatnya oleh santri, harus mendukung. Atau misalnya besok-besok Pak Mahfud MD meminta restu maju cawapres, pasti kiai Said juga mendukung," lanjut Imdadun.
Ia juga menekankan bahwa pertemuan di Cilacap jangan dimaknai secara organisasional, antara Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum PKB. Pertemuan itu murni kultural antara sosok kiai dan santrinya.
"Lebih-lebih derajat seorang kiai harus berdiri di atas kepentingan bangsa dan negara," tutur Imdadun.
(YDH)
No comments:
Post a Comment