Saturday, March 10, 2018

Ini bahasa apa dialek?

Oleh: Bob Bimantara L

"Weeh bahasa ne arek iki aneh on." Celetuk saya saat saya ngopi bersama teman saya, da Silva di sebuah kedai. Terlihat asing memang cara bicaranya, karena Silva sudah 3 tahun menjadi musafir di Blitar. Yang dulunya Silva bicara awakmu, sekarang jadi kowe, dulu uwes sekarang jadi bar. Intinya, banyak kosa kata yang berubah. Tapi, tiba-tiba Silva berbicara "Eh... iki kan yo podo bahasane, bahasa Jawa. Kok isone aneh." papar Silva sambil menghisap rokoknya. "iya sebenarnya itu bukan bahasa yang aneh tapi dialeknya yang aneh hehe" pikir saya. Sejurus kemudian, sya ingin menjawab. Tapi kebingungan melanda. Oleh karena itu, dari percakapan tersebut, saya terpikir apasih emangnya bahasa dan dialek?

Saat ini, menurut UNESCO jumlah bahasa di dunia adalah 6000 bahasa. Itu sudah terdiri dari, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa China, dan bahasa bahasa lainnya. Terus apa itu bahasa? Apakah suatu bentuk cara berkomunikasi yang ditetapkan dan dibedakan oleh suatu negara? Jika memang itu adalah suatu pengertian bahasa, tidak usah jauh-jauh untuk mencari alasan kesalahannya. Di Indonesia, sekarang kita mempunyai berbagai bahasa, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Madura, dan 700 bahasa lainnya lagi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke namun Indonesia juga mempunyai bahasa pemersatu bahasa Indonesia. Jadi, premis bahwa bahasa itu menurut suatu negara itu bisa dipatahkan, ini dikarenakan di suatu negara sekalipun masih terdapat berbagai bahasa.

Jika kita melihat contoh seperti bahasa Jawa, bahasa Madura, dan bahasa lainnya di Indonesia. Kita akan digiring dengan pengertian, bahasa adalah suatu bentuk komunikasi berdasarkan etnik atau arti lainnya adalah "language and ethnicity are virtually synonymous" (Coulmas, 1999). Namun sekali lagi, pendapat itu akan digagalkan oleh realita dunia saat ini. Dewasa ini, banyak kita jumpai etnis China mampu berbahasa Inggris fasih, sedangkan tidak bisa berbahasa menggunakan bahasa etnisnya sendiri yaitu bahasa China, atau kita akan melihat suatu hal yang aneh ketika kita melihat bule berbicara lancar bahasa Jawa. Contoh-contoh diatas membuktikan bahwa etnis juga bukanlah suatu yang membedakan satu bahasa dengan bahasa lainnya..

Kita tinggalkan dulu hiruk-pikuk bahasa diatas dengan berganti ke bahasan dialek. Dialek, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ialah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai (misalnya bahasa dari suatu daerah tertentu, kelompok sosial tertentu, atau kurun waktu tertentu). Jadi, jika merujuk pada pengertian KBBI, saya salah jika mengatakan bahasa teman saya aneh, yang lebih tepat adalah dialek teman saya berbeda. Menurut Prof. Mudjiharaharjo, Lebih jauh lagi, jika melihat percakapan diatas, meskipun 'aneh', saya juga masih paham dengan apa yang Silva maksud dengan menggunakan variasi bahasa yang berbeda.

Menurut Prof. Dr. H. Mudjia Raharjo, M.si, dosen sociolinguistics UIN Malang, yang menjadi barometer pembeda antara bahasa dan dialect ialah istilah "Mutually Intelligible". Frasa bahasa Inggris ini artinya saling mengerti satu sama lain. Jadi, ketika ada orang Surabaya dan Solo berbicara, ada satu dua kata yang berbeda penggunannya atau cara pengucarapanya berbeda. Selama mereka paham satu sama lain, kedua variasi bahasa itu disebut satu dialek. Atau kata lainnya masih dalam satu bahasa. Intinya, jika dialek X dan dialek Y berada dalam suatu percakapan, dan kedua interlocutors saling paham, itu disebut dialect. Sedangkan bahasa, adalah ketika X dan Y berada dalam suatu percakapan, pembicara dan pendengar tidak paham sama sekali terhadap yang didengar oleh satu sama lain.

Penjelasan Prof Mudji adalah sebuah teori saja. Jika melihat fakta di dunia, teori tersebut tak sejalan. Jika memang, dialek adalah rumpun atau variasi bahasa yang berbeda tapi bisa dimengerti oleh penuturnya. Bagaimana dengan dialek kanton dan mandarin di Cina? Kedua dialek tersebut sangat berbeda sekali. Ronald Wardhaugh Dalam buku An Introduction to Sociolinguistics (2002), kedua dialek itu perbedaanya adalah seperti bahasa Swedia dan Inggris. Sungguh jauh perbedaannya, dan kedua penutur tidak akan paham satu sama lain. Namun, kedua pengguna dialek tersebut, Kanton dan Mandarin, mengakuinya sebagai suatu dialek dari bahasa Cina. Berbanding terbalik dengan Serbia dan Kroasia. Kedua negara tersebut adalah pecahan dari negara Yugoslavia. Serbia dan Kroasia mempunyai bahasa sendiri-sendiri, yaitu srpski dan srpskohrvatski. Uniknya, kedua bahasa tersebut memiliki kesamaan dalam sisi gramatika, dan pengucapan, yang membedakan adalah penggunaan kata saja. Jika, kedua warga negara tersebut bercakap-cakap, mereka akan memahami satu sama lain, "mutually intelligible". Namun, kedua negara menganggap bahwa kedua variasi bahasa itu adalah bahasa bukan dialek.

Akhirnya, memang teori diatas tak sejalan dengan kenyataan. Tapi, lebih, Prof. Mudji mengatakan bahwa kalau kita bicara tentang bahasa dan sosial tidak ada yang clear-cut atau pasti. Banyak faktor lain yang mempengaruhi suatu variasi bahasa disebut bahasa atau dialek, seperti faktor ekonomi, politik, dan sosial itu sendiri. Jadi, baiknya, sebagai civitas akademika, kita memiliki pijakan dalam memandang sesuatu. Sekali lagi pijakan dalam hal ini seperti dikatakan Prof. Mudji variasi bahasa dikatakan dialek ketika "mutually intelligible", dan sebaliknya bagi bahasa.

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...