
POS KUPANG.COM, KUPANG - Keprihatinan terhadap kondisi siswa dan guru SMPN 10 Lamba Leda di Desa Goreng Meni, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), yang melangsungkan kegiatan belajar mengajar (KBM) di bawah pohon, karena lima tahun tak memiliki gedung sekolah sendiri, datang dari berbagai pihak. Tak hanya dari warga asal Desa Goreng Meni di perantauan, tapi juga warga dari luar Desa Goreng Meni.
Baca: Siswa SMPN 10 Lamba Leda KBM di Bawah Pohon, Pemkab Manggarai Timur Dinilai tak Tepati Janji
Komentar yang dilontarkan warga asal Kabupaten Manggarai Timur di perantauan melalui layanan WhatsApp (WA) pun beraneka ragam. Robertus Hudin mengatakan, hampir semua sekolah satu atap (Satap) di Kabupaten Manggarai Timur lahir menjelang Pilkada 2013. Sepertinya sekolah itu dibangun tanpa perencanaan yang matang. Pemkab Matim terkesan lebih berorientasi pada kuantitas bukan kualitasnya. "Saya dulu mengusulkan kalau bisa satap itu minimal ada tiga sekolah pendukung," katanya.
Wens Satri Dulfan mengatakan, belum dibangunnya gedung permanen SMPN 10 Lamba Leda di Desa Goreng Meni sampai sekarang membenarkan apa yang dikatakan orang selama ini bahwa sekolah di Matim itu banyak yang dibuka karena KEPOK tanpa melalui studi kelayakan. Dan itu dialami oleh banyak sekolah di Matim.
"Sebenarnya di Goreng Meni itu belum layak dibangun SMP negeri karena persyaratannya harus ada tiga SD pendukung. Mestinya di Goreng Meni dibuka SMP satu atap, itu berarti dia masih bergabung dengan SD," kata Wens.
Feliks Lanas menyatakan keprihatinannya atas kondisi SMPN 10 Lamba Leda tersebut. "Sungguh sangat memperihatinkan, padahal Indonesia sudah 72 tahun merdeka, masih saja ada sekolah yang seperti ini," kata Feliks.
Kasmir Sjarifudin mengatakan, hal pertama yang runtuh adalah harga diri pengelola anggaran. Bagaimana bisa sekolah dibuka tanpa pembiayaan yang jelas, ini namanya kemunduran hitungan abad. "Pos Kupang pantau terus hal-hal model begini," katanya.
Ferdi Sulasi mengatakan, kalau tidak ada anggaran lebih baik sekolahnya ditutup saja daripada menyengsarakan anak bangsa. "Sekolah dibawah pohon, bagaimana sarana belajarnya..tutup saja," katanya.
Sementara Ino Huwa mengatakan, belum dibangunnya gedung SMPN 10 Lamba Leda menunjukkan belum adanya keseriusan pemerintah setempat mengurus pendidikan di Matim.
Josef Sintar memberikan komentar yang sangat pedis. "Tragis. Sekolah negeri kok tak punya gedung. Aneh. Jangan buka kalau tak ada gedung. Proses belajar dan mengajar tak mungkin berjalan lancar dan aman. Sama aneh, ada sejumlah SMPN dan SMAN diajar oleh guru komite semua. Yang pegawai negeri cuma kepala sekolah. Itu pun ke sekolah kalau dana BOS cair. Di luar itu dia tak ke sekolah. Ini kabupaten sepertinya tak ada bupati dan kepala dinas PPO atau dinas pendidikan?
Wens Atas menanggapi pernyataan Josef Sintar ini dengan sangat sinis. "Haha...bapak Yos begitulah sekelumit kisah Manggarai Timur. Belum persoalan lainnya. Ancur berantakan. Tidak tau juga pembangunan di Matim ini mulainya dari mana, hahaha.." (kas)
No comments:
Post a Comment