/data/photo/2018/02/08/4533276121.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Ahmad Basarah menilai pernyataan terdakwa kasus korupsi e-KTPSetya Novanto merupakan strategi agar mantan ketua DPR itu lolos dari jeratan hukum.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Novanto menyebut ada uang hasil korupsi e-KTP yang mengalir kepada dua politisi PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung.
Basarah memandang pernyataan tersebut bertujuan untuk membuat majelis hakim dan penuntut umum tidak fokus untuk membuktikan kesalahan Novanto.
"Kredibilitas seseorang yang memberikan keterangan di Pengadilan juga sangat mempengaruhi bobot kebenaran keterangan yang diberikannya," ujar Basarah melalui keterangan tertulis, Kamis (22/3/2018).
Baca juga : Menurut Hakim, Novanto Setengah Hati Ungkap Kasus E-KTP
Selama ini, lanjut Basarah, Setya Novanto adalah orang yang dikategorikan tidak kooperatif dalam menghadapi kasus hukum yang menimpanya.
Ia menyinggung sikap Novanto yang menghambat penuntasan kasus, mulai dari mangkir memenuhi panggilan KPK, masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) hingga sampai memberikan keterangan yang berbelit-belit dalam persidangan.
Selain itu, kata Basarah, Novanto juga tidak mengakui melakukan tindak pidana yang didakwakan dan justru mengajukan justice collaborator (JC).
"Dan yang lebih aneh adalah tidak mengakui melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya namun justru mengajukan justice collaborator," tuturnya.
Baca juga : Pramono Anung: Terus Terang, Novanto Beberapa Kali Minta Tolong kepada Saya
"Kredibilitas terdakwa yang demikian tentu akan menyebabkan keterangan yang diberikannya di persidangan termasuk tiba-tiba menyebut pihak lain menerima aliran dana hanyalah bagian strategi untuk lolos dari jerat hukum dan mengaburkan perkara yang menjeratnya," kata Basarah.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Kamis (22/3/2018), Novanto menyebut sejumlah nama yang diduga ikut menerima aliran uang dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Namun, dia sendiri membantah menerima uang korupsi e-KTP.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu membantah melakukan intervensi dalam anggaran proyek e-KTP.
"Benar Yang Mulia, saya tidak menerima uang e-KTP," ujar Novanto.
Baca juga : Kata Setya Novanto, Ada Uang E-KTP ke Puan Maharani dan Pramono Anung
Novanto mengaku, pernah mengikuti sejumlah pertemuan terkait proyek e-KTP. Salah satunya, pertemuan di Hotel Gran Melia, Jakarta.
Pertemuan itu dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Meski demikian, Novanto menyebut bahwa kehadirannya hanya untuk mendukung agar proyek pemerintah senilai Rp 5,9 triliun itu berjalan dengan sukses.
Novanto didakwa menyalahgunakan kewenangan selaku anggota DPR dalam proyek pengadaan e-KTP.
Perbuatan Setya Novanto itu menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
Novanto diduga bersama-sama Andi Narogong melakukan intervensi dalam pembahasan anggaran. Kemudian, dia juga mengondisikan proses lelang.
Dalam dakwaan, Novanto disebut menerima aliran dana 7,3 juta dollar AS. Meski demikian, Novanto mengaku diberikan sebuah jam tangan merek Richard Mille tipe RM 011 seharga 135.000 dollar AS.
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik.
No comments:
Post a Comment