
Penyakit tersebut disebabkan cacing Schistosoma japonicum. Cacing berukuran mikro itu bisa masuk tubuh manusia melalui kulit. Selanjutnya, mereka hidup di pembuluh darah, terutama di kapiler darah dan vena kecil dekat selaput. Dampaknya bisa menimbulkan gejala lemas, pusing, diare, bahkan berakibat fatal hingga meninggal dunia.
Di Kabupaten Sigi, penyakit tersebut terdapat di daerah Lindu. Sedangkan di Kabupaten Poso, schistosomiasis menyebar di kawasan Lore Utara. Total penderita sebanyak 28.451 orang.
Untuk menangani penyakit itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Tengah bersama dengan dinkes di masing-masing kabupaten akan melakukan pengobatan masal. Targetnya, tidak ada lagi penderita demam keong tersebut.
"Bidang kesehatan sudah sangat concern, sangat fokus untuk penanganan ini. Kami akan turun akhir Maret ini karena harus tercapai eradikasi atau 0 persen," ungkap Kepala Dinkes Provinsi Sulteng dr Reny A. Lamadjido kemarin (13/3).
Untuk mencapai eradikasi, Reny memastikan perlunya kerja sama lintas sektor. Sebab, penyakit itu bisa masuk tubuh manusia dari berbagai media. Di antaranya, jalan yang becek atau berair, melalui ternak yang dikonsumsi manusia, serta dari hasil pertanian yang terjangkit, kemudian dikonsumsi.
"Biar manusianya sudah diobati, tapi kalau lingkungannya, hewan di sekitarnya, dan faktor lain yang bisa menyebabkan penyakit schistosomiasis tidak tertangani, penderita akan terjangkit kembali," ujarnya. Karena itu, dia meminta peran dari banyak pihak. Di antaranya, sektor pekerjaan umum, pertanian, dan peternakan. "Harus sama-sama melakukan eradikasi," terangnya.
Untuk masalah pengobatan, Reny mengatakan bahwa pihak dinkes sudah siap. Bantuan obat dari pemerintah pusat juga sudah ada. Tinggal menunggu waktu yang sudah ditentukan, pihak dinkes provinsi akan mendampingi dinkes masing-masing kabupaten untuk memberikan obat kepada seluruh penderita penyakit demam keong di Sigi maupun Poso.
Untuk menunjang pemeriksaan bagi penderita demam keong di dua kabupaten tersebut, pemprov juga melepas laboratorium di masing-masing kabupaten untuk diserahkan ke pemkab. Hal tersebut dilakukan agar pemeriksaan terhadap penderita demam keong di masing-masing wilayah bisa lebih fleksibel karena sudah menjadi tanggung jawab pemkab.
"Penderita demam keong harus rutin memeriksakan diri ke laboratorium. Agar lebih fleksibel, lab sudah kami serahkan ke pemerintah kabupaten," tandasnya.
(saf/c7/fat)
No comments:
Post a Comment