
Pada tahun 2008 sebuah gempa bumi besar melanda wilayah Sichuan, China. Beberapa hari sebelum terjadi gempa yang menelan ribuan korban jiwa itu, ribuan katak melompat keluar dari tempat persembunyian mereka dan memenuhi jalanan.
Beberapa jam sebelum terjadinya gempa itu, hewan-hewan kebun binatang di China pun mulai berlaku aneh. Zebra menubrukkan kepalanya ke pintu kandangnya di Wuhan, 965 kilometer arah timur dari pusat gempa.
Sementara itu, gajah menggerakkan belalainya, dan 20 ekor singa dan macan berjalan-jalan dengan gelisah. Lima menit sebelum gempa, beberapa ekor merak juga menunjukkan perilaku tak biasa, yakni mengeluarkan suara melengking.
Perilaku aneh pada hewan juga ditemukan di Jepang. Lima hari sebelum negeri Samurai itu dilanda gempa pada tahun 2011, dua puluh ekor oarfish ditemukan terdampar di daratan.

Orang Jepang percaya, oarfish adalah pengantar pesan dari Dewa Laut. Alasan mengapa mereka terdampar adalah untuk memberitahu akan ada bencana yang terjadi. Peristiwa ini cukup jarang terjadi karena oarfish adalah hewan laut dalam yang jarang sekali menampakkan diri.
Kepercayaan mengenai hewan yang dapat mendeteksi gempa sudah ada dalam waktu lama. Dalam sejarah Helike, kota di Yunani Kuno, ketika gempa akan terjadi pada musim dingin di tahun 373 Sebelum Masehi, tikus, marten (hewan semacam tupai), ular, kelabang, kumbang, dan hewan lainnya meninggalkan kota itu, demikian ditulis oleh penulis Romawi, Aelianus.
Setelah itu, terjadilah gempa besar di malam hari dan datanglah ombak. Akibatnya, kota itu pun menghilang.
Baca Juga :
Ahli seismologi dari British Geological Survey, Roger Musson, mengatakan ada alasan mengapa hewan dapat bereaksi sebelum gempa.
Namun begitu, Musson mengatakan, belum ditemukan cara untuk memanfaatkan hewan sebagai pendeteksi gempa.

Ilmuwan dari The Open University pernah meneliti perilaku hewan dalam mendeteksi gempa. Rachel Grant, ahli zoologi dari kampus itu, mengatakan bahwa katak mampu merasakan aktivitas pra seismik di ionosfer. Selain itu, katak juga mampu mendeteksi frekuensi gelombang radio yang sangat rendah.
Grant mengatakan, tekanan tektonik dapat mengirimkan ion positif ke atmosfer rendah. Kemudian, ketika ion ini menyentuh air, ion akan beroksidasi. Hasil oksidasi inilah yang kemudian bisa dirasakan oleh katak dan menyebabkan mereka berlarian sebelum gempa terjadi.
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di International Journal of Environmental Research and Public Health pada 2011.

Sekelompok fisikawan di University Virginia juga pernah melakukan penelitian terhadap perilaku hewan sebelum terjadi gempa. Mereka menemukan, ketika batu dihancurkan dengan tenaga sekuat gempa Bumi, maka akan terlepaskan tingkat gas ozon yang tinggi.
"Bahkan retakan sedikit saja bisa menghasilkan gas," kata salah satu peneliti dalam riset itu, Catherine Dukes.
Namun begitu, hipotesis ini tidak bisa mendukung untuk menggunakan hewan sebagai pendeteksi dini terhadap gempa Bumi.
"Ini tidak bisa dijadikan acuan untuk mendeteksi gempa," kata Dukes. "Ini hanya cara memperingatkan kalau akan ada gerakan di dalam Bumi dan sesuatu --mungkin gempa, longsor, atau lainnya-- yang akan terjadi setelahnya."
No comments:
Post a Comment