Guna mengusut pemakaian satu alamat email untuk mendaftarkan ribuan orang pemohon paspor fiktif, penyidik Bareskrim diterjunkan untuk menyelidiki kasus tersebut.
JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim menyelidiki kasus dugaan adanya ribuan pemohon paspor fiktif yang memenuhi basis data sistem antrean paspor daring Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Penyidik sudah memeriksa beberapa saksi, termasuk staf imigrasi bagian teknologi informasi (TI).
"Kami masih menyelidiki penyebab pemakaian satu alamat email bisa digunakan untuk mendaftarkan puluhan hingga ribuan orang. Padahal sesuai aturan, satu email itu hanya bisa untuk mendaftarkan lima sampai enam orang," kata Kepala Subdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Asep, di Jakarta, Kamis (25/1).
Sebelumnya sistem aplikasi antrean online paspor Ditjen Imigrasi sempat terganggu akibat adanya pendaftaran dari 72 ribu akun yang belakangan diketahui ternyata fiktif. Puluhan ribu akun fiktif ini mengganggu para pemohon akun paspor lainnya karena mereka jadi tidak bisa mendaftar akibat basis data sudah penuh.
Kepala Humas Direktorat Jenderal Imigrasi, Agung Sampurno mengatakan sudah membuat laporan terkait serangan ribuan akun fiktif tersebut ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. "Sudah ada surat yang ditujukan ke Unit Siber Bareskrim Polri sebagai bahan laporan," kata Agung.
Masih Ditelusuri
Tak hanya itu, pihak Imigrasi juga berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menelusuri pelaku yang membuat akun fiktif tersebut.
Menanggapi masuknya ribuan pemohon paspor bersumber dari akun fiktif tersebut, pengamat terorisme, Al Chaidar mengatakan ada dua kelompok yang mungkin melakukan hal itu. Pertama, kelompok human trafficking atau sindikat penjual manusia. Kedua, kelompok yang sering memberangkatkan jemaah untuk haji atau umroh.
Kedua kelompok tersebut, bertindak mendominasi pemohon paspor. Para pemohon paspor tidak dalam kondisi mampu mengendalikan pembuatan paspor. "Dan mereka memasrahkan pembuatan paspor pada kelompok pembuat paspor ini," ujar Al Chaidar.
Ditanya apakah mungkin para jihadis Islamic State of Iraq and Syria/ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) atau teroris menggunakan akun palsu untuk berangkat ke luar negeri, Al Chaidar mengatakan tidak mungkin. "Karena mereka biasa menggunakan akun sendiri meski namanya memang aneh-aneh," ujar Al Chaidar.
Jadi dapat dipastikan kalau mereka tidak menggunakan kemudahan pembuatan paspor online untuk berangkat berjihad ke luar negeri.
Sementara itu, menurut pengamat terorisme lainnya, Ridlwan Habib, ada kemungkinan jaringan teroris menggunakan kesempatan penggunaan online untuk membuat paspor bagi calon jihadis ISIS. Untuk itu, intelijen Ditjen Imigrasi harus juga jeli dalam memeriksa pengajuan paspor.
"Karena itu, saya menyarankan intelijen Imigrasi untuk tidak hanya mencegah orang mencurigakan masuk ke Indonesia, namun juga mencegah orang ke luar negeri kalau mengajukan paspor dengan dokumen fiktif," ujar Ridlwan.
Paska kekalahan ISIS di Suriah dan Iraq serta kalahnya pasukan ISIS di Marawi, mereka mengubah siasat dengan meneror kepentingan barat di negaranya masing-masing. Untuk di Indonesia, mereka malah mengirim orang untuk masuk ke Indonesia dan melatih calon-calon teroris," ujar Ridlwan.
Perlu diantisipasi masuknya suruhan ISIS ke Indonesia. "Karena setelah tewasnya Bahrunnaim, Abu Jandal, dan menghilangnya Bahrumsyah, mereka tidak punya panutan," tukas Ridlwan. n eko/N-3
No comments:
Post a Comment