
PROKAL.CO, BALIKPAPAN - Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan bapak yang dilakukan anak kandung dan mantan istri yang disidangkan di PN Balikpapan, penuh kejutan sekaligus menuai kekecewaan.
Dua terdakwa, Ferry Posuma (51) dan ibunya Ketty Kwee (71), divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai M Kayat SH dan beranggotakan M Iqbal SH dan Vera SH. Majelis hakim menilai, tanda tangan pelapor Eddie Posuma yang berbeda dianggap akibat tidak stabil saat tanda tangan.
Hakim M Kayat menegaskan, apabila jaksa penuntut umum tidak terima, dipersilakan mengajukan kasasi ke MA dengan tenggat waktu 14 hari setelah sidang putusan.
Vonis majelis hakim yang diketuk dalam sidang di PN Balikpapan belum lama ini, membuat Ferry Posuma dan Ketty Kwee gembira. Sebaliknya, vonis bebas tersebut membuat kecewa jaksa penuntut umum (JPU) Angar Mamay SH yang telah menuntut hukuman penjara 8 bulan dan 7 bulan kepada kedua terdakwa.
Terlebih lagi ayah kandung terdakwa Ferry Posuma, yaitu Eddie Posuma, setelah anaknya divonis bebas langsung ke Jakarta melaporkan ke Komisi Yudisial (KY) karena menganggap putusan janggal.
"Saya laporkan ke KY supaya diperiksa putusannya. Saya sebagai korban anak saya sendiri merasa aneh putusan itu," ujar Eddie Posuma, Jumat (23/11).
Sedangkan jaksa Anggar Mamay menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). "Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Awalnya tuntutan saya dianggap terlalu ringan oleh pihak pelapor. Sementara dianggap terlalu berat oleh terdakwa. Saya ambil tuntutan di tengahnya, ternyata malah divonis bebas. Ya, menurut saya hakim terlalu berani," ujar Angar Mamay saat ditemui Balikpapan Pos di Kejaksaan Negeri Balikpapan.
Jaksa Angar Mamai menilai, sebenarnya bukti dan kesaksian di persidangan sudah kuat, bahwa terdakwa Ferry Posuma dan Ketty Kwee melakukan pidana pemalsuan tanda tangan pelapor Eddie Posuma (75), yang tak lain ayah kandung terdakwa Ferry Posuma dan juga mantan suami terdakwa Ketty Kwee.
"Dari kronologinya sudah jelas. Tanda tangan pelapor Eddie Posuma tidak di hadapan notaris. Pelapor tidak mengakui tanda tangannya dan diperkuat hasil Labfor Polri bahwa tanda tangan pelapor Eddie Posuma non-identik atau palsu," jelas Angar Mamay.
Dia pun segera membuat memori kasasi untuk dikirim ke Mahkamah Agung sebagai perlawanan hukum atas vonis majelis PN Balikpapan yang membebaskan terdakwa Ferry Posuma dan terdakwa Ketty Kwee.
"Aturannya memang kasasi kalau hakim memvonis bebas. Saya segera selesaikan memori kasasi karena tugas saya di sini (Balikpapan, Red) akan berakhir," ujar Angar Mamay yang pindah tugas ke Kejari Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Eddie Posuma kembali melontarkan kekecewaannya atas vonis bebas anak kandungnya Ferry Posuma dan mantan istrinya Ketty Kwee. "Ini hukum bagaimana, ya? Hakim kok berani betul memvonis bebas. Saya tidak pernah tanda tangan, dan dibuktikan hasil labfor bahwa tanda tangan saya palsu," ujar Eddie Posuma kecewa, Selasa (14/11). Pemilik resort ini pun berniat melaporkan majelis hakim ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY).
Advokat Fadjry Zamzam SH yang mendampingi pelapor Eddie Posuma juga heran atas putusan bebas terdakwa Ferry Posuma dan Ketty Kwee. "Hakimnya nekat. Bukti dan saksi sudah kuat kok divonis bebas. Dari awal sidang saya memantau, hakimnya terkesan sengaja mengaburkan perkara pokoknya. Karena antara pelapor dan terdakwa masih keluarga. Tetapi kasus ini belum selesai karena masih ada kasasi yang memungkinkan terdakwa dihukum penjara," tegas Fadjry kemarin siang.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, seorang pengusaha Balikpapan, Eddie Posuma (75) memidanakan anak kandungnya yang bernama Ferry Posuma (51), warga Jalan Raya Darmo Permai II/27, RT 004, RW 006, Pradah Kali Kendal, Dukuh Pakis, Surabaya.
Eddie Posuma juga memerkarakan pidana mantan istrinya Ketty Kwee (71), warga Balikpapan Baru V-I, Nomor 16, Kelurahan Gunung Samarinda, Balikpapan.
Eddie Posuma melaporkan dua keluarganya tersebut telah berkerja sama memalsukan tanda tangan dalam akta surat persetujuan dan kuasa hibah dua bidang lahan. Kasus pemalsuan tanda tangan Eddie Posuma terjadi 4 September 2012. Saat itu, terdakwa Ketty Kwee datang ke kantor notaris Hamid Gunawan SH dengan maksud membuat akta persetujuan dan kuasa untuk menghibahkan dua bidang lahan sertifikat hak guna bangunan (HGB) nomor 4318 seluas 757 m2 dan HGB nomor 4319 seluas 542 m2 kepada terdakwa Ferry Posuma. Namun, saat itu Eddie Posuma tidak datang ke kantor Hamid Gunawan. Oleh terdakwa Ketty Kwee disebutkan bahwa Eddie Posuma sedang sibuk di Surabaya, sehingga berkas yang harus ditanda tangani Eddie Posuma dibawa oleh Ketty Kwee, yang katanya akan dibawa ke Surabaya untuk dimintakan tanda tangan Eddie Posuma.
Belakangan Eddie Posuma tidak mengakui tanda tangannya, sehingga dia melaporkan pidana pemalsuan yang dilakukan oleh mantan istrinya Ketty Kwee dan anak kandungnya Ferry Posuma. Dalam berkas dakwaan PDM-38/Bppn/4/2017, disebutkan hasil pemeriksaan Labkrim 6450/DTH/2016 tanggal 1 Agustus 2016, bahwa tanda tangan Eddie Posuma dalam akta yang diterbitkan notaris Hamid Gunawan adalah non-identik atau palsu. Akibat kejadian tersebut, tiga anak kandung Eddie Posuma yakni Christine Posuma, Ervina Posuma, dan Grace Posuma tidak mendapat bagian pengelolaan maupun bagian atas dua bidang lahan tersebut, yang sekarang telah berdiri Hotel WHIZ Prime.
Selain kasus pemalsuan tanda tangan, Eddie Posuma juga melaporkan Ferry Posuma melakukan pencurian dalam keluarga yang saat ini sedang dalam proses penyidikan di Polrestabes Surabaya.
Dalam laporan nomor LP/718/B/V/2016 SPKT/Restabes SBY tanggal 21 Mei 2016, polisi sudah meminta keterangan dari berbagai pihak.
Dalam kejadian tersebut, menurut Eddie Posuma, dirinya sedang tidak ada di rumah. Saat itu pembantunya, Siti alias Lantik, melihat Ferry Posuma masuk memanjat pagar. Lalu membongkar kamar pribadi Eddie Posuma di Jalan Darmo Permai II/27 Surabaya.
Barang-barang milik Eddie Posuma bernilai ratusan bahkan miliaran diangkut truk oleh Ferry Posuma. "Itu rumah saya yang beli bersama Ketty Kwee. Memang saya atas namakan anak saya Ferry Posuma saat dia masih SMA. Eh, ternyata rumah itu telah dijual oleh Ferry Posuma, dua bulan sebelum barang-barang saya diambil paksa. Sampai sekarang nggak tahu di mana semua barang-barang milik saya itu," beber Eddie Posuma.
Menurut polisi, hambatan penyidikan karena pelapor Eddie Posuma belum bisa menunjukkan bukti data-data kepemilikan barang miliknya yang ada di rumah Jalan Raya Darmo Permai II/27 Surabaya. Sedangkan pihak terlapor, Ferry Posuma sampai saat ini belum bisa menunjukkan gudang tempat penyimpanan barang-barang dimaksud. Perkara yang sudah dilaporkan hampir dua tahun lalu itu tidak jelas kelanjutannya.
Sebaliknya, Ferry Posuma juga telah menggugat ayahnya menuntut ganti rugi senilai 60 miliar lebih dalam perkara di Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor 88/Pdt.G/2015/PN.Bpp. yang telah diputus NO oleh majelis hakim PN dan sekarang dalam proses banding.
Selain itu, Ferry Posuma juga telah melaporkan Eddie Posuma ke Polda Kaltim dalam perkara penggelapan dan atau penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP dan atau 378 KUHP yang telah di SP3 karena tidak cukup bukti. Ferry Posuma pun melaporkan Eddie Posuma di Polda Kaltim dengan sangkaan melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan atau memberikan keterangan palsu dalam akta autentik sebagaimana dimaksud pasal 263 KUHP dan atau pasal 266 KUHP, di mana Eddie Posuma telah ditetapkan sebagai tersangka.
Perkara yang ditangani Polda Kaltim ini telah dilimpahkan penanganannya ke Polda Jawa Timur karena locus delicti atau tempat kejadian perkaranya di Surabaya. (ono/yud/k1)
No comments:
Post a Comment