Sunday, October 1, 2017

Mapala Unand Pertanyakan Aturan 'Aneh' Pendakian Gunung Marapi

Gunung Marapi
Gunung Marapi. Foto : lokaavontur

Sejak sepekan belakangan, pecinta gunung atau pendaki di Sumatera Barat sedikit bergejolak lantaran ada sebuah kelompok atau organisasi yang membuat aturan bagi para pendaki yang ingin melakukan pendakian Gunung Marapi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun yang membuat para pendaki meradang karena aturan yang dibuat diakui sejumlah pendaki tidak pernah disosialisasikan sebelumnya. Sehingga, menurut para pendaki menimbulkan kesan organisasi yang membuat aturan itu mengklaim merekalah yang memiliki Gunung Marapi tersebut.

Salah seorang pendaki yang mempertanyakan aturan itu adalah Yulia Putri. Menurut Yulia, secara kelembagaan, setiap organisasi pencinta alam memiliki kewajiban yang sama jika berkegiatan di Sumatera Barat, dimana tidak ada satupun organisasi yang mempunyai hak istimewa.

"Nah, ini yang membuat aturan hanya organisasi biasa, sama dengan kami statusnya, kok berani beraninya membuat aturan, seolah olah Marapi milik organisasi mereka. Beda jika yang membuat aturan adalah pemerintah atau aparat penegak hukum, sudah pasti kami para penggiat alam bebas ini akan mematuhinya," ungkap Yulia Putri yang juga mantan sekretaris Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Andalas (Unand) periode kepengurusan tahun lalu ini.

Dikatakan Yulia dari sejumlah aturan yang dibuat, secara garis besar sudah diterapkan bagi organisasi pencinta alam bagi anggotanya. Yulia mencontohkan seperti membawa perlengkapan yang memadai, logistik yang cukup dan tidak membuang sampah sembarangan.

"Kalau kami di Mapala Unand, punya semboyan dalam berkegiatan 'Jangan ambil selain gambar, Jangan tinggalkan selain jejak'," kata Yulia.

Namun Yulia mengakui, jika dalam aturan yang disebarkan, ada dua hal yang menurutnya janggal dan tidak masuk akal. Aturan pertama, melarang orang beraktifitas dalam radius 3 kilometer dari kawah atau puncak dengan alasan Gunung Marapi dalam status waspada level IV.

"Jika ini diterapkan, praktis aktifitas pendakian hanya sampai pada ketinggian 2000 mdpl (meter dari permukaan laut). Di daerah hutan primer yang tidak ada sumber mata air, apa yang akan diperbuat orang di daerah tersebut. Untuk mendirikan tenda, jelas tak mungkin, karena tidak ada lokasi dan datar serta tidak ada sumber air," jelas Yulia.

Menurutnya, jika situasinya seperti itu, seharusnya para penggiat sudah dihentikan di posko pendakian, tower telkom, Koto Baru. "Dengan demikian, semua aturan menjadi gugur, kelihatan jika mereka yang membuat aturan ini tidak memahami navigasi darat," tegas Yulia.

Kemudian, peraturan kedua ialah melarang orang yang berusia dibawah 17 tahun untuk mendaki gunung. Padahal, menurutnya, aktifitas mencintai lingkungan, sudah selayaknya diperkenalkan kepada orang dalam usia dini.

"Mendaki gunung merupakan salah satu aktifitas yang sangat baik dilakoni oleh anak-anak dan remaja. Karena dengan mendaki gunung, seseorang bisa mengukur kemampuan dirinya dan sekaligus bisa mengetahui potensi yang ada pada dirinya, kok sekarang malah dilarang," tanya Yulia.

Selain itu, kegundahan yang dirasakan Yulia diakuinya juga dirasakan oleh penggiat lainnya dari organisasi yang berbeda, salah satunya, Agung.

Agung yang saat sekarang menjabat Koordinator Pencintan Alam Sekretariatan Bessama (Korpa Sekber) Sumatera Barat mengaku sangat heran. Agung heran, karena ada kelompok yang membuat aturan yang menurut ia seenaknya tanpa melibatkan pihak lain.

"Saya sebagai Korpa saja tak berani mengutak-atik orang berkegiatan dengan aturan, apalagi aturan berkegiatan di sebuah lokasi, Gunung Marapi. Dimana, bukan milik per-orangan kok, tapi milik semua orang, mbok ya jangan membuat aturan seenaknya, seperti aturan orang masuk ke rumah kita saja," tegas Agung.

Agung berharap agar aturan tersebut tidak menimbulkan friksi diantara penggiat alam bebas Sumatera Barat, direncanakan Sabtu, 30 September 2017 ini, para penggiat kegiatan alam bebas berkumpul di Pasanggarahan Marapi untuk membicarakan perihal aturan ini.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan lebih lanjut terkait perihal aturan tersebut.

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...