
"Saya pikir positif saja, nggak masalah. Kalau ada produsen film yang mau buat G30S/PKI dengan model yang berbeda ya silakan. Asal tidak lari dari fakta empirik sejarah itu saja," kata Dahnil di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2017).
"Misal ada pemberontakan G30S/PKI ada pembunuhan terhadap 6 jenderal dan 1 perwira. Nah itu harus diungkap," lanjutnya.
Sementara, bila cara penyampaian, bahasa dan pendekatan yang digunakan berbeda, dia tidak mempermasalahkan. Dia juga merasa tidak masalah bila film tersebut dibuat dalam waktu 5 menit.
"Kalau model pendekatannya, bahasanya seperti apa ya silakan saja. Kalau mau dibuat yang 5 menit pun nggak masalah kan," ucapnya.
Saat ditanya soal pembiayaan film, Danhil juga tidak mau banyak berkomentar. Menurutnya silakan saja negara membiayai produksi film tersebut seperti yang dilakukan oleh zaman Orde Baru saat pembuatan film 'Pengkhianatan G30S/PKI'. Yang terpenting, menurut Dahnil, film tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan.
"Dibiayai negara lagi silakan, mau nggak dibiayai silakan. Ini era kreatifitas loh, asal bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Malahan, Dahnil merasa aneh bila saat ini masih banyak orang yang membicarakan rencana nonton bareng film G30S/PKI. Menurutnya, hal tersebut tak perlu diributkan. Sebab, menonton film tersebut merupakan hak setiap orang.
"Jadi saya justru aneh ketika orang ribut kok ada yang mau nonton G30S/PKI. Jadi menurut saya, ini yang diributkan ini yang nggak perlu diributkan. Wacana yang berkembang hari ini sangat tidak produktif, sesuatu yang nggak perlu diperdebatkan," tegas Dahnil.
Karena itu, dia mengimbau agar perdebatan soal film tersebut tak perlu diperpanjang. Sebab, perdebatan tersebut dianggapnya tidak perlu.
"Saya mengimbau berhenti nih memperdebatkan sesuatu yang tidak perlu. Yang mau nonton silakan, yang nggak mau nonton pun silakan," pungkasnya.
(bis/rvk)
No comments:
Post a Comment