
* Terkait Keputusan tidak Akan Menggugat UU Pemilu
BANDA ACEH - Ketua Fraksi Partai Aceh (PA) di DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky, merasa aneh dengan pernyataan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ridwan Hadi, yang menyebut KIP tak berwenang menggungat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Padahal, menurut Iskandar, KIP memiliki rasional hukum bertindak dan memenuhi unsur sebagai subyektum litis (pihak yang bersengketa).
"KIP ini kan penyelenggara pemilu. Dalam perspektif hukum acara pengujian undang-undang, KIP paling rasional hukum dan memenuhi unsur (untuk menggugat), karena KIP yang langsung mengalami kerugian konstitisional akibat dikeluarkannya UU pemilu yang membatalkan pasal 57 dan pasal 60 ayat (1),(2)dan ayat (4) UUPA," kata Iskandar kepada Serambi, Minggu (10/9).
Selain itu, KIP Aceh juga lahir dari rahim UUPA. Oleh karena itu, KIP seharusnya ikut berdiri tegak memperjuangkan UUPA, bukan sebaliknya malah mencari posisi aman. "Sadar atau tidak mereka, bahwa KIP dan jumlah komisionernya itu tujuh orang lahir dari rahim UUPA," pungkas Iskandar.
Sebagaimana diberitakan kemarin, Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi mengatakan bahwa KIP tidak berwenang menggugat UU Pemilu akibat polemik pencabutan dua pasal UUPA. KIP juga disebut bukan penafsir undang-undang dan memiliki kode etik sendiri yang hirarki dengan KPU Pusat.
Iskandar mengaku tak mau ambil pusing jika memang KIP tak mau menggugat. Ia paham, bahwa dalam konteks memperjuangkan UUPA, tidak semua orang akan berdiri tegak, apalagi jika orang-orang tersebut tidak memiliki interes pribadi keacehan.
"Hanya yang memiliki jiwa keacehan yang dengan suka rela mau berdiri tegak memperjuangkan regulasi yang lahir akibat konsensus perang yang berdarah-darah ini," tegasnya.
Menurut Iskandar, KIP tidak bersedia menggugat UU Pemilu ke MK karena takut bersinggungan dengan KPU pusat. Apalagi ke depan mungkin ada para komisioner dari Aceh yang akan mendaftarkan diri menjadi calon komisoner KPU pusat.
"Tapi sekali lagi, ini kepentingan Aceh. Dengan berkurangnya komisioner di tingkat provinsi menjadi lima dari tujuh orang, apakah secara kelembagaan tidak rugi? Masyarakat bisa menilai sendiri bagaimana komitmen keacehan dari lembaga yang lahir dari rahim UUPA ini," ujar Iskandar.
No comments:
Post a Comment