Buah mulia dihasilkan dari pohon yang mulia. Barangsiapa yang diawali perjalanannya bersusah payah, maka berbahagia di akhir perjalanannya.
PARA guru mengajarkan bahwa orang yang hidup di atas sesuatu, maka dia akan mati di atasnya. Barangsiapa mati dalam suatu keadaan, maka dia akan dibangkitkan dalam keadaan tersebut. Barangsiapa merampingkan tubuhnya selama dalam perjalanan, maka dia akan mendapatkan kemuliaan saat dia sampai.
Barangsiapa yang berlemah lembut kepada binatang tunggangan serta tidak menyusahkannya, akan terus berlalu hingga diterima. Barangsiapa gigih berusaha seperti usaha seorang budak di awal perjalanannya, maka dia akan menikmati orang yang bebas di akhir perjalanannya. Ketahuilah, buah yang mulia dihasilkan dari pohon yang mulia. Barangsiapa yang diawali perjalanannya bersusah payah, maka berbahagia di akhir perjalanannya.
Inilah akhir yang membahagiakan. Inilah harapan bagi setiap orang yang menyuruh kepada kebenaran, walaupun harus dibayar dengan nyawanya. Abu Bakar An-Nablisi adalah seorang imam dalam ilmu hadits dan fiqih, serta merupakan kiblat masyarakat tempat mereka belajar dan mengikutinya. Ketika Banu 'Abid memimpin Mesir, mereka mengubah syariat Allah, menghalalkan yang diharamkan, meminum-minuman keras secara terang-terangan di bulan Ramadhan dan menghalalkan seseorang menikah dengan mahramnya, serta melakukan kerusakan sampai kepada klimaksnya.
Tindakan mereka ditentang oleh singa penjaga sunnah yang menyeru kepada kebenaran dan mencegah kemungkaran. Dia menerangkan kebenaran dan membasmi kemaksiatan, dia mewarisi tugas kenabian dalam hidupnya, dan memainkan perannya sebagai utusan Allah kepada kaumnya. Namun mereka memenjarakannya, menyalibnya, dan memerintahkan orang Yahudi untuk mengulitinya. Orang Yahudi itu pun mengulitinya. Sedangkan sang ulama tetap berdzikir kepada Allah dan bersabar. Ketika sayatan sampai ke dadanya, orang Yahudi tersebut menusukkan pisau tepat di jantungnya dan dia pun mati syahid.
Ketika Ad-Daraqhuthni mengingat peristiwa itu, dia selalu menangis dan berkata, "Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Allah)." (QS. Al-Ahzab: 6).
Bayangkanlah, bagaimana dia tetap berdzikir kepada Allah, padahal dirinya dikuliti. Karena kesibukannya yang paling utama adalah berdzikir kepada Allah, mengajarkan dan menyuruh untuk selalu berdzikir kepada Allah, bahkan raut mukanya terlihat menyeru kepada manusia untuk selalu berdzikir, maka dia pun ditenangkan dengan berdzikir ketika ruhnya dicabut untuk dapat meraih surga Firdaus dan mendapatkan bidadarinya.
Kematian dalam kondisi seperti itu merupakan khutbah teragung yang pernah dilakukannya semenjak dirinya naik ke atas mimbar, namun mimbar yang digunakannya sekarang adalah kayu yang digunakan untuk menyalibnya. Kata-kata yang disampaikan adalah darah yang mengalir setetes demi setetes. Adapun waktu yang digunakan untuk berkhubah adalah saat dirinya tergantung di atas salib, sambil melihat para musuhnya dari atas. Sandal yang digunakannya tepat di atas kepala mereka, darah yang mereka tumpahkan darinya adalah penyebab kesedihan mereka dan sekaligus menjadi simbol kenikmatannya.
Oleh karena itu bukanlah hal yang aneh, bila saat menjelang kematiannya dia masih tetap berdzikir kepada Allah dan memohon kepada-Nya. Yang lebih aneh dari itu adalah, setelah nyawanya keluar dari tubuhnya, Abu Bakar masih tetap berdoa kepada Allah. Orang-orang pun melintas di depan jasadnya dan mereka mendengar darinya suara orang yang membaca Al-Qur'an.
Inilah salah satu karamah yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang diraih dari pijakan nyawanya yang di jalan Allah. Maka Allah pun memberikan ganjaran atas pengorbanan yang dilakukan di jalan-Nya, memberikan pahala bagi setiap kepala yang syahid, dan mengangkat orang-orang yang selalu berdoa kepada Allah dalam hidup dan mati.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Investasi Akhirat, penulis: Dr. Khalid Abu Syadi)
No comments:
Post a Comment