
JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Bagaimana rasanya ketika fitnah, kebencian, dan isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) laku dijual, kemudian menjadi barang komoditas yang banyak diburu orang. Maka menjelmalah menjadi berita Hoax. Berdasarkan wikipedia, maka Hoax bisa disebut sebagai berita palsu, berita yang kebenaran patut diragukan. Dan, Hoax memiliki arti sebagai informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.
Pembelinya tentu yang memiliki kepentingan. Politikus, tokoh-tokoh nasional bahkan orang awan sekalipun. Dalam pemilihan kepala daerah, maka Hoax diperlukan untuk menyesatkan pemikiran calon pemilih. Berita dipelintir sedemikian rupa untuk menjaring opini, seolah-olah informasi palsu itu adalah kebenaran mutlak dan menjadi stigma yang dipercaya untuk dijalani.
Jangan heran, sepanjang perhelatan pemilihan kepala daerah, dari menit ke menit, selalu berseliweran berita aneh-aneh dan kental muatan SARA-nya. Saling serang, saling hantam. Media yang digunakan adalah jejaring sosial, di mana banyak orang berkumpul atas satu simpul yang sama, dalam struktur organisasi yang abstrak tanpa adanya batasan.
Karena kumpulan orang-orang di media sosial bersifat abstrak, tanpa kontrol, tanpa batasan, maka kecenderungan yang terjadi, begitu mudahnya media sosial menyerap informasi, meski informasi itu salah sekalipun. Dan, begitu mudahnya informasi yang terserap tersebar kembali secara luas melalui kecepatan koneksi internet. Masyarakat pun cenderung begitu mudahnya menerima dan menyakini informasi yang tersebar itu, tanpa perlu lagi melakukan cross check untuk menguji kebenarannya.
Lalu apa tujuan memproduksi Hoax? Demi kesenangan belaka, sebagaimana melihat orang mampu menyakini sebuah gosip yang kemudian diceritakan dari mulut ke mulut dan menjadi bahan pergunjingan? Atau demi yang lebih luas lagi, dalam arti demi tuntutan perut, semata-mata alasan ekonomi, maka Hoax diproduksi untuk mendatangkan pundi-pundi rupiah.
Belum lama ini, di tanah air, kita dikejutkan dengan kemunculan Saracen. Apa itu Saracen? Kita sempat bertanya, karena nama itu terasa begitu asing. Polisilah yang kemudian membuka, apa itu Saracen dan apa yang ada di baliknya. Saracen ternyata adalah nama dari sebuah sindikat penyebar ujaran kebencian atau isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dan hoax.
Dengan kata lain, kita bisa sebut Saracen adalah pabrik yang memproduksi berita-berita Hoax. Berita-berita Hoax yang beragam jenisnya itu, diproduksi atas pesanan. Pesanan itu tentu tidak gratis. Karena bagaimana pun juga Saracen membutuhkan biaya untuk proses produksi. Saracen membutuhkan biaya untuk membuat website, menyewa hosting dan sebagainya.
Lalu berapa harga berita Hoax buatan mereka? Mereka mematok harga Rp72 juta hingga Rp100 juta per paket proyek. Untuk pembuatan websitenya per bulan Rp15 juta, kemudian untuk tim buzzernya sebanyak 15 orang Rp45 juta. Biaya untuk sang ketua sebesar Rp10 juta per-paket jasa pembuatan berita hoax. Dan, sisa biaya digunakan untuk membayar wartawan pembuat konten.
Lantas bagaimana pola mereka memasarkan berita Hoax tersebut hingga bisa diterima masyarakat dan bisa memengaruhi masyarakat serta menjadikan berita Hoax itu adalah kebenaran yang mutlak? Mereka memiliki grup di Facebook. Produksi berita Hox itu lalu disebar ke media sosial.
Asal tahu saja Saracen mempunyai 2000 akun media sosial yang kemudian berkembang menjadi 800.000 akun. Semua akun itu digunakan untuk menjalankan aksinya dan menyebarkan Hoax itu. Akun-akun itu bergerak sesuai pesanan seperti menjelekkan pemerintah hingga kelompok dan agama tertentu. Dan, ibarat bola salju, isu itu digelindingkan sedemikian rupa, yang kian lama kian membesar. (bersambung)
No comments:
Post a Comment