Saturday, September 9, 2017

Cerpen: Seseorang Telah Membantai Dewi

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Seingatku, terakhir kulihat, Ranogari memetik sepucuk bunga kenanga di dekat pos ronda, lalu dia berjalan ke selatan.

Dia mengapit tas kecil, bibirnya terpoles gincu, dan dandanannya sangat rapi, jadi kupikir... ah, mungkin hanya ke kondangan.

Umumnya memang begitu, kalau tidak ke pasar, ya ke kondangan. Tidak pernah ada sebelumnya seorang wanita merias diri sedemikian rupa lantas diam-diam menghabisi nyawa temannya sendiri.

Lagipula hari itu memang sedang ada hajatan di selatan kampung, mana mungkin aku kepikiran hal-hal aneh semacam pembunuhan atau mutilasi.

Dewi dan Ranogari itu teman baik sejak kecil, siapa pun tidak akan menyangka Ranogari akan tega melakukan kekejian semacam itu kepada sahabat baiknya. Salah apa Dewi sampai Ranogari menjadi brutal begitu?

Hubungan mereka barangkali lebih tepat dikatakan mirip kakak beradik, kemana-mana mereka selalu berdua, nongkrong dan kelayapan berdua, sekolah dan bekerja di tempat yang sama, sangat sulit dipercaya akhir dari persahabatan mereka adalah kematian oleh tangan sahabatnya sendiri.

Sehari sebelum kejadian, yang berarti malam Minggu, aku melihat mereka berdua di pasar malam: mereka kelihatan baik-baik saja.

Mereka naik kincir air, menertawakan tukang parkir, membeli kembang gula, dan berbelanja pakaian-pakaian bagus. Sama sekali tidak ada yang kelihatan aneh.

Aku selalu berpikir bahwa Ranogari dan Dewi adalah perempuan-perempuan yang istimewa. Keduanya sangat dikenal masyarakat karena persahabatan mereka yang mendarah daging. Bahkan hubunganku dengan saudara-saudara kandungku tidak sampai seperti itu.

Mereka berdua terlihat begitu menikmati hidup dengan cara-cara yang paling masuk akal, yakni dengan menemukan sahabat untuk berbagi.

Dan, aku yakin alasan mereka belum menikah hingga usia matang adalah karena mereka tidak ingin nantinya kesibukan berkeluarga membuat hubungan mereka merenggang.

Agak aneh memang, tapi mungkin bagi mereka persahabatan jauh lebih berarti daripada suami pemberontak atau laki-laki tukang pukul.

Kematian Dewi benar-benar membuat persepsi tentang mereka terjungkir balik, aku benar-benar tidak tahu kenapa hal itu dapat terjadi. Pukul tiga sore kejadian itu terjadi, diawali sebuah jerit melengking Ranogari yang mengundang warga berdatangan.

Aku turut berlari mencari tahu apa yang terjadi, berdesakan di depan pintu rumah Dewi. Saat itulah aku melihat tubuh Dewi terpotong-potong sementara Ranogari menjerit-jerit dengan pisau berlumur darah di tangannya.

Penasaran dengan alur cerita cerpen karya Pardo Muhamad Arifin ini? Simak di koran Banjarmasin Post edisi, Minggu (10/09/2017).

Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...