JawaPos.com - Terungkapnya sindikat Saracen oleh aparat kepolisian membuktikan kasus penyebaran ujaran kebencian dan juga hoax telah teroganisir. Pelakunya ditengarai memanfaatkan sosial media (sosmed) untuk menyebarkan materi yang digarapnya.
Bahkan Kemenkominfo semula menduga hoax dan ujaran kebencian ini dianggap oleh hanya secara personal. Ternyata, akun-akun penyebar kebencian itu terhubung.
"Selama ini kita selalu ngomong, tapi tidak ada bukti. Nah, pengungkapan ini adalah buktinya. Bisa create suatu news seolah benar," ujar Direktur Aplikasi Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangerapan saat ditemui seusai peluncuran komunitas #bijakbersosmed Sabtu (26/8).
Setelah pengungkapan sindikat Saracen yang menyebarkan kebencian dan SARA, Kemenkominfo kini melacak kelompok lain yang diduga masih berkeliaran. Samuel mengungkapkan adanya indikasi kuat kelompok lain itu dari begitu banyaknya pemberitaan bohong dan kebencian pada saat pilkada.
"Saya tengarai kalau masih ada dengan masifnya berita hoax dan fitnah itu bukan satu (kelompok). Ini (Saracen) kan yang ketangkep. Makanya kami lagi perdalam," jelas dia.
Direktur Aplikasi Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangerapan (kanan) dan CEO Telegram Pavel Durov (kiri) beberapa waktu lalu (Imam Husein/ Jawa Pos)
Dari penyelidikan awal, ada kelompok yang menggunakan jejaring orang dari berbagai kota. Mereka juga memiliki mesin khusus yang bisa dengan mudah menyebarkan hoax dengan cepat. "Kalau dilihat dari IP-nya ya itu-itu saja," imbuh Samuel. Sayang, dia tidak mau mengungkap lebih detail karena masih dalam pelacakan.
Namun, pola yang dimainkan saat ini hampir sama. Para penyebar tersebut juga bermain dengan mengumpan kabar negatif tentang agama ke kelompok agama lainnya. Begitu pula, kabar negatif satu calon kepala daerah disebarkan di kelompok yang berseberangan. Dengan cara seperti itu akan didapatkan respons yang lebih cepat dan tersebar.
Kendati pelaku ujaran kebencian itu sudah terorganisir namun keberadaannya dapat diimbangi dengan hadirnya komunitas yang mengajak agar lebih arif dan bijaksana di dunia maya. Misalnya yang terlihat pada peluncuran komunitas #bijakbersosmed di gedung Indosat Sabtu lalu.
Ratusan pelajar, bloger, dan penggiat media sosial diajak lebih bijak saat menulis status, berkomentar, dan menyebarkan kabar. Ada pula pengingat bahwa media sosial adalah forum terbuka yang semua orang bisa mengakses dan melihatnya.
Dari sisi regulasi, pemerintah juga sedang menggodok peraturan khusus untuk pemblokiran. Isinya, salah satunya, bakal lebih ketat lagi mengatur percepatan pemblokiran situs atau akun yang menyebarkan kebencian. Sebab, viral sebuah kabar itu bisa sangat cepat dalam hitungan jam.
"Tidak 24 jam lagi. Malahan kalau yang urgen empat jam harus take down. Ini memaksa mereka bekerja cepat," ungkap Samuel. Peraturan tersebut akan diberlakukan kepada penyedia platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.
Samuel menegaskan, pemerintah tidak akan main-main dalam urusan blokir penyebaran kebencian itu. Sudah ada contoh aplikasi web Telegram yang diblokir tempo hari. Perlakuan serupa akan diterapkan kepada platform lain. "Ada kesengajaan dan tidak mau mematuhi pengaturan kita ya akan di-take down. Saya tidak minta yang aneh-aneh. Ini ada aturannya," tandasnya. (jun/idr/c9/c10/ang)
(jun/idr/c9/c10/ang)
Alur Cerita Berita
Rekomendasi Untuk Anda
Sponsored Content
loading...
No comments:
Post a Comment