
JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Belakang ini publik Indonesia disentakkan oleh sebuah nama. Saracen. Nama itu terasa begitu asing. Tapi bagi penggelut media sosial, berita hoax maupun tentang isu SARA, mungkin Saracen terasa akrab. Betapa tidak, sepanjang tahun, dari menit ke menit, selalu berseliweran berita aneh-aneh dan kentak muatan SARA-nya.
Polisilah yang kemudian membuka, apa itu Saracen dan apa yang ada di baliknya. Saracen ternyata adalah nama dari sebuah sindikat penyebar ujaran kebencian atau isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dan hoax.
Apa tujuan dari kelompok ini? Ya, tak lain adalah uang. Uang menjadi segala yang diburu, alhasil segala cara dilakukan. Mereka memiliki grup di Facebook. Lalu memproduksi isu SARA yang disebar ke media sosial.
Bayangkan saja, Saracen mempunyai 2000 akun media sosial yang kemudian berkembang menjadi 800.000 akun. Semua akun itu digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan isu SARA yang terus menerus digosok sehingga kian runcing, yang dapat berubah menjadi pisau yang memotong-motong persatuan. Dan negara pun bisa bubar.
Mereka juga kerap mengirim proposal kepada beberapa pihak terkait jasanya untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuasa SARA di media sosial. Kelompok Saracen menetapkan tarif puluhan juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak itu.
Mereka mematok harga Rp72 juta per paket. Untuk pembuatan websitenya per bulan Rp15 juta, kemudian untuk tim buzzernya sebanyak 15 orang Rp45 juta. Jasriadi selaku ketua sindikat, meminta jatah sebesar Rp10 juta per-paket jasa pembuatan berita hoax. Dan, sisa biaya digunakan untuk membayar wartawan pembuat konten.
Sindikat ini tidak terikat di satu kelompok, tetapi bergerak membuat konten sesuai selera pemesan. Para pengguna jasa disinyalir memanfaatkan Saracen untuk menyerang lawan politik. Salah satunya kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo.
Saracen bekerja secara profesional dalam mengolah isu SARA dan kebencian di media sosial. Bisa jadi Pilkada kemarin menjadi makanan empuk mereka. Saracen mengolah data, yang kebenarannya patut diragukan, namun karena digempur terus menerus dengan opini menyesatkan publik pun percaya.
Isu SARA dimainkan. Masyarakat dibuat percaya, termakan hasutan. Kata dibolak-balik sedemikian rupa, fitnah bukan lagi sesuatu yang menyeramkan bagi Saracen, tetapi fitnah menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tak kecil nilainya. Maka, calon kuat yang bakal duduk di kursi pimpinan, ambruk seketika.
Yang menarik tentu mengungkapkan siapa yang mendanai Saracen, apa motif sebenarnya dari aktivitas Saracen dan siapa saja yang menggunakan jasa Saracen serta siapa yang memesan konten-konten hoaks dan penebar kebencian lewat kelompok Saracen?
Pertanyaan yang agaknya bakal rumit diuraikan. Karena mungkin saja jejak pengguna ini berlapis-lapis. Adakah tokoh politik, calon Gubernur/Wakil, Calon Bupati/Wakil, Calon Walikota/Wakil atau tokoh apapun.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat mengatakan kampanye harus fair, adu program, adu konsep, adu visi misi bagaimana menggalang masyarakat, menyakinkan masyarakat untuk mempercepat proses pemerataan pembangunan.
Ya, idealnya. Masih ingatkah dengan pertarungan Pilkada DKI Jakarta yang belum lama berlalu. Bagaimana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, digempur sedemikian rupa, diserang melalui isu SARA, hanya karena dia berasal dari masyarakat minoritas. Barangkali itulah pemilihan yang menurut kacamata saya, amat sangat tidak fair. Bahkan ujungnya, Ahok harus dipenjara.
Mungkinkah pertarungan Pilkada DKI kemarin yang sarat dengan berita-berita Hoax adalah hasil dari kerja Saracen. Jika benar, siapa yang menggunakan jasa mereka, siapa yang diuntungkan?
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin memberitahu bagaimana caranya menelusuri pengguna jasa Saracen. Itu dilihat dari nilai uang yang harus dibayarkan kepada Saracen. Nah, jejak transaksi melalui rekening inilah yang bisa diketahui PPATK.
Memang tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Jika saja terungkap, maka akan jelas terlihat, mana yang murni meraih kemenangan dan mana yang mencurang menghalalkan segala cara.
No comments:
Post a Comment