Tuesday, May 23, 2017

Orang Dekat Jokowi Dituding Selamatkan Setnov Dari Kasus KTP-el, Ini Komentar Istana

Jakarta, Hanter - Pihak Istana Kepresidenan membantah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melindungi Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el). Penegasan ini disambut positif sejumlah kalangan, namun meragukan orang-orang dekat disekitar Presiden, baik yang di dalam maupun diluar kabinet, tidak akan melindungi Ketua Umum Partai Golkar itu. Mereka akan mencari berbagai cara 'menyandera' Presiden untuk melindungi Setnov. Presiden harus mengawasi orang-orang dekatnya itu. Selain itu, seringnya Setnov bertemu Jokowi dicurigai sebagai upaya penyelamatan dirinya.

Kecurigaan sejumlah kalangan Istana akan melindugi Setnov terlihat dari seringnya mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu ketemu Jokowi.

"Patut diwaspadai sinyalemen yang dilontarkan oleh Koordinator Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia bahwasannya Setnov mengklaim dirinya akan aman dari jeratan kasus e-KTP karena sering bertemu dengan Presiden Jokowi. Bila itu benar, maka kasus e-KTP yang saat ini sedang digarap oleh KPK dikhawatirkan akan mandeg di tengah jalan," kata Ketua Presidium PRIMA (Perhimpunan Masyarakat Madani) Sya'roni.

Menurutnya, pnyelesaian kasus e-KTP harus menjadi prioritas KPK agar tidak terjadi simpang siur opini.  Apalagi dalam perkembangannya kasus e-KTP sudah menyeret nama Istana.   Presiden Jokowi yang namanya disebut, tidak ada salahnya untuk melakukan klarifikasi agar kerja KPK dalam membongkar kasus ini tidak menemui hambatan politis.

Hal senada disampaikan pengamat kebijakan publik, Syafril Sofyan, menurutnya, ada upaya orang-orang dekat Jokowi berusaha melindungi Setnov dari jeratan hukum. Pernyataan Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan dalam Rapimnas Golkar di Balikpapan,  Minggu (21/5/2017) yang meminta semua kader Golkar tidak berlaku aneh-aneh dan "nggak usah bicara aneh-aneh karena KPK udah ada yang urusin,  ada yang urusin Pilkada, ada yang urusin Jaksa Agung, KPK, bisa ditafsirkan negatif.

"Sepintas penjelasan melalui pidato LBP sebagai Kader Partai Golkar sepertinya ditujukan untuk menenangkan internal Golkar supaya tidak menggusur Setnov  dari jabatan Ketua Umum Golkar karena keterkaitan dengan kasus e-KTP. Pernyataan Luhut itu juga bisa diartikan bahwa sudah ada operasi penyelamatan  Setnov dari kasus e-KTP," kata Sjafril.

Menurut aktivis 77/78 ini, hal tersebut membuat miris dan berbahaya karena semua bisa diatur dan di intervensi baik Kejaksaan Agung dan juga KPK oleh kekuasaan.

"Kita masih ingat kasus Papa minta Saham sehingga Setnov terpental dari kursi Ketua DPR RI, dimana nama Luhut juga sering disebut-sebut, dan juga kemenangan Setnov dalam Munas Golkar sebagai Ketum Golkar tidak lepas dari tangan sakti LBP," ujarnya.

Sya'roni juga mengemukakan, pernyataan Luhut di Rapimnas Golkar itumemang sangat multitafsir. Meski demikian, Sya'roni menganggap pernyataan tokoh senior Golkar  itu relevan jika dikaitkan dengan sinyalemen yang disampaikan Doli Kurnia.

Karenanya, Sya'roni mengingatkan Presiden Jokowi agar tak diam saja. "Presiden Jokowi yang namanya disebut, tidak ada salahnya untuk melakukan klarifikasi agar kerja KPK dalam membongkar kasus ini tidak menemui hambatan politis," papar Sya'roni.

Istana Bantah

Pihak Istana Kepresidenan membantah Presiden Jokowi melindungi Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik (e-KTP). Sebab, Jokowi tak ada urusan sama sekali dengan siapapun yang terlibat kasus tersebut.

"Presiden tidak bisa intervensi KPK. Presiden pun tidak mau mengambil sikap itu. KPK kan independen. Jadi saya kira analisis itu (Jokowi melindungi Setnov dari kasus e-KTP) tidak benar," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (22/5/2017).

Kabar perlindungan Jokowi kepada Setnov dalam kasus e-KTP muncul dari pernyataan Koordinator Generasi Muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, kemarin. Politikus muda Partai Golkar itu mengatakan, Setnov kerap mengaku aman dari perkara e-KTP.

Sebab, Setnov berdalih sudah sangat dekat dengan Jokowi dan telah berbicara empat mata. Namun, Johan menegaskan pertemuan Jokowi dengan Setnov sebatas hubungan pimpinan DPR dan Pemerintah.

"Presiden ini eksekutif dan tidak bisa mencampuri urusan legislatif. (Sedangkan) pak Setnov adalah legislatif. Pertemuan antara Pak Jokowi dan Pak Setnov adalah dalam konteks hubungan antar Ketua DPR dengan Presiden, acara kenegaraan," tegas dia.

Berlarut-larut

Sementara itu Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengatakan, saat ini kasus e-KTP yang sudah melewati 12 kali persidangan memang belum menunjukan adanya kemajuan. Padahal sejumlah nama besar sempat dinominasikan oleh KPK untuk menjadi tersangka.

Namun pada perjalannya hanya membuat publik penasaran bahkan menimbulkan kegaduhan karena tidak adanya kejelasan dalam bentuk tindakan tegas yang nyata dari KPK. "Jika kasus e-KTP terus berlarut-larut tentunya akan berdampak buruk khususnya terhadap pemerintahan Jokowi," kata Jajang kepada Harian Terbit, Senin (22/5/2017).

Pengamat Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Muzakir, meminta KPK agar memproses Novanto. Sebab, dalam dakwaan Irman dan Sugiharto Novanto disebutkan demikian.

"Segera untuk didalami, kasusnya (Setya Novanto) dimasukkan didalamnya. Harusnya dipaketkan, namanya juga turut serta. Nanti tidak pilah-pilah," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jakarta.

Menurut dia, seharusnya KPK tidak ragu dalam menentukan langkah. Bahkan menurutnya, ‎KPK harus segera bersikap tegas. "Karena sudah diklarifikasi berdasarkan keterangan mereka dan bukti-bukti yang ada," ujar dia.

Novanto saat menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR disebut bersama-sama dengan Andi Narogong, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin menyepakati anggaran proyek e-KTP sesuai design 2010, yaitu RP5,9 triliun.

Dimana dari nilai itu, 51 persen atau setara dengan Rp2,662 triliun akan digunakan untuk pembiayaan proyek e-KTP. Sedangkan sisanya 49 persen atau setara Rp2,558 triliun akan dibagi-bagikan ke sejumlah pihak. Novanto, Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin dalam surat dakwaan disebut sebgai pihak yang mengatur pembagian itu.

(Safari/Sammy)


Let's block ads! (Why?)



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...