RMOL. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz merasa aneh dengan sikap masyarakat terkait korupsi di Indonesia. Apalagi dengan kasus korupsi proyek pengadaan E-KTP yang telah disidangkan belakangan ini.
![]() |
"Masyarakat tahu korupsi, tetapi hanya marah didepan televisi dan tidak melakukan perlawanan kolektif. Sekarang kaum urban nambah, marahnya di medos saja," ungkap Donal dalam diskusi bertajuk 'DPR Mengangket' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/4).
Donal memberikan contoh nyata bahwa masyarakat tidak melakukan perlawanan kolektif terhadap kepala desa yang kedapatan mengkorup beras miskin dari Bulog. Menurutnya, hingga saat ini belum pernah ada pemberitaan mengenai kepala desa meninggal dikeroyok massa karena kedapatan korupsi beras jatah orang miskin. Namun pemberitaan mengenai copet yang dikeroyok oleh massa hingga meninggal beberapa kali diberitakan.
"Kalau kita lihat inikan, dua hal yang berbeda. Kalau copet itukan yang hilang uang satu orang, tetapi satu bus orang marah. Giliran korupsi, yang dikorupsi betapa banyak hak orang miskin, jatahnya tidak diterima, tetapi orang tidak melakukan apapun," cetusnya.
Lebih parahnya lagi, masih kata Donal, masih ada saja masyarakat memilih narapidana korupsi yang mencalonkan menjadi kepala daerah. Bahkan didaerah Bekasi, tempat dirinya berdomisili, masih ada saja narapidana korupsi yang mencoba-coba mencalonkan lagi sebagai kepala daerah. Padahal, hak politik bakal calon kepala daerah itu sudah dicabut selama lima tahun oleh pengadilan.
Donal menyebut bakal calon kepala daerah yang ingin coba-coba mencalonkan kembali itu adalah mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad, narapidana kasus korupsi yang telah menghirup udara bebas setelah enam tahun dipenjara.
"Jadi banyak juga daerah-daerah yang kepala daerahnya mantan terpidana kasus korupsi korupsi, mencalonkan diri dan terpilih lagi. Ada saja pemilihnya," ujar Donal. [zul]
No comments:
Post a Comment