
Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu sedang membahas usulan pemerintah agar penentuan bakal calon anggota DPD melalui panitia seleksi (pansel) yang dibentuk gubernur, bukan berdasarkan syarat pengumpulan KTP.
Usulan itu menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, tidak sejalan dengan sistem demokrasi di Indonesia. Dia tetap mendukung mekanisme sekarang, setiap orang yang ingin jadi calon anggota DPD harus mengumpulkan sejumlah KTP. Jika sudah jadi calon, dia dipilih warga.
"Agak aneh juga itu. Itu tidak sejalan dengan demokrasi yang kita miliki sekarang," kata Fadli Zon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/4).

Fadli menilai, jika usulan itu masuk dalam UU Pemilu yang akan selesai bulan depan, maka berpotensi digugat (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi Fadli, hak masyarakat untuk dipilih dan memilih tak harus lewat pansel.
"Jangan sampai mudah ditorpedo dengan judicial review di MK. Itu adalah hak masyarakat untuk dipilih dan memilih, jangan sampai hak masyarakat itu direduksi dengan pansel," ujar politikus Gerindra itu.
Fadli justru mempertanyakan alasan pemerintah yang beranggapan jika memakai pansel dalam perekrutan anggota DPD akan lebih potensial.
"Masalahnya panselnya itu siapa yang bisa menilai? Jadi jangan sampai bisa mengurangi setiap hak anggota masyarakat untuk dipilih atau memilih. Pansel nanti mempunyai beberapa kepentingan," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, menyebut ada usulan dari pemerintah agar bakal calon DPD ditentukan lewat panitia seleksi, sebelum dipilih oleh masyarakat.
Salah satu alasannya, karena tingkat pemahaman anggota DPD terhadap persoalan daerah selama ini ternyata terbatas, sehingga penyampaian aspirasi daerah pada kebijakan nasional tidak efektif.
No comments:
Post a Comment