Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWSC.COM, JAKARTA - mantan anggota KPU Umar Husin mengungkapkan kebisingan yang terjadi di KPU era setelah reformasi yakni 1998-2001.
Menurut Umar, jumlah anggota komisoner KPU saat itu adalah gabungan dari Partai Politik dan Pemerintah.
Dari partai politik tersebut berjumlah 48 orang atau satu perwakilan dari tiap-tiap masing partai politik yang saat itu ada Indonesia.
Menurut Umar anggota dari partai politik tersebut kerap berbuat aneh.
Menurutnya komisioner yang berasal dari partai poltik tidak selamanya kompak dalam setiap pengambilan suara.
"Sehingga hampir setiap pengambilan keputusan itu dianggap kadang-kadang ada usulan yang aneh," kata Umar Husin saat diskusi bertajuk 'Parpol Masuk KPU (lagi)' di Cikini, Jakarta, Sabtu (25/3/2017).
Usulan aneh tersebut dikatakannya dalam arti ingin mengubah apa yang sudah diatur dalam undang-undang.
Baca: 6 Orang Tewas dan Ratusan Terluka Akibat Kisruh Pilkada Intan Jaya
Saat itu, kata Umar Husin, kewibawaan pemimpin sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Apalagi, kata dia, para anggota KPU tersebut tidak memiliki pengetahuan yang cukup soal tugas dan wewenang KPU.
"Karena memang trial and error juga. Kita masuk sebagai anggota KPU dengan bayangan kosongan apa itu lembaga, kerjanya dan sebagainya," kata dia.
Selain itu, anggota KPU tersebut terkadang membuat pernyataan pers yang berubah-ubah sehingga ada keriuhan yang terjadi.
Belum lagi soal pembahasan di luar konteks, Umar Husin mengungkapkan malah ada partai yang meminta partai lain dibubarkan.
Keriuhan tersebut juga menyebabkan pengesahan hasil Pemilu tertunda yang menyebabkan Presiden saat itu turun tangan karena harus memenuhi batas waktu.
Presiden membentuk KPU baru dan membubarkan KPU yang lama melalui Keputusan Presiden.
No comments:
Post a Comment