Fox Mulder terbaring di lantai sembari memegangi perutnya yang berlubang ditembus pelor. Matanya nanar menatap si penjahat yang menyembunyikan bom di baik rompi. Di sisinya, berlututlah Dana Scully. Sembari berusaha menghentikan laju darah dengan menekan luka di perut Mulder, Scully mengiba pada si penjahat agar tidak meledakkan bom itu.
Tetapi, si penjahat tak peduli. Dia tahu bahwa polisi sudah mengepung bank yang sedang dirampoknya itu. Sadar takkan mampu lolos, dia berpikir, "Lebih baik mati daripada membusuk di penjara."
Sejurus kemudian, duarrr! Bom diledakkan dan semua yang ada di dekatnya hancur berkeping-keping.
Mulder kemudian bangun dari tidurnya. Ada yang aneh pagi ini, pikirnya. Setelah sadar sepenuhnya, dia kemudian dihadapkan pada fakta bahwa kasur airnya bocor.
"Ugh, sial," gerutunya.
Setelah bersiap-siap, Mulder tak langsung menuju ke kantor. Dia menelepon Scully untuk mengabarkan bahwa dia akan datang terlambat lantaran harus mengambil uang dulu di bank. Kata Mulder, "Untuk membayar ganti rugi karena bocornya kasur airku."
Di perjalanan, ada seorang wanita asing yang berusaha sekuat tenaga untuk mencegah Mulder masuk ke bank itu. Tetapi, Mulder yang tidak mengenal wanita itu tidak megacuhkannya. Tanpa curiga, dia terus berjalan mantap menuju bank tempatnya menabung.
Sesampainya di bank, Mulder lalu mendapati bahwa bank itu sedang dirampok. Kejadian sebelumnya pun terulang kembali, sebelum akhirnya dia kembali terbangun dan mendapati dirinya dalam sebuah time loop.
Arsenal adalah Fox Mulder dan bank yang meledak itu adalah metafora kegagalan yang mereka alami hampir di setiap musim. Finis di peringkat keempat Premier League, lolos ke Liga Champions, terhenti di 16 besar, lalu finis lagi di peringkat keempat. Begitu seterusnya.
Kalau ada pengecualian, seperti ketika mereka finis di peringkat kedua musim lalu, itu wajar. Toh, di dalam time loop sekali pun setiap kronologi kejadian tidak selalu sama. Tetapi, ujung-ujungnya selalu sama. Jika Mulder selalu mendapati bank yang meledak, Arsenal selalu terhenti di babak 16 besar Liga Champions.
Dalam episode serial televisi X-Files yang berjudul Monday itu, kemudian diketahui bahwa penyebab terjadinya time loop adalah wanita yang mengingatkan Mulder untuk tidak pergi ke bank tadi. Pada akhir episode, setelah melalui berapa puluh repetisi, si wanita yang bernama Pam itu memutuskan untuk melompat persis di depan Mulder ketika si penjahat menembakkan pistolnya. Peluru pun kemudian tidak bersarang di tubuh Mulder, melainkan di tubuh Pam.
Ternyata, hari itu seharusnya menjadi hari di mana Pam menghembuskan nyawa terakhirnya. Akan tetapi, karena selama ini dia tidak pernah masuk ke dalam bank, nasib berusaha untuk menggiring agar Pam masuk ke bank dan menjadi sasaran tembak si penjahat yang kebetulan merupakan kekasihnya sendiri.
Setelah Pam tewas, waktu tak lagi berulang. Kehidupan Mulder dan Scully pun kembali ke normal. Mereka kembali mengejar alien, membongkar konspirasi, dan berpura-pura bahwa mereka tidak saling mencintai.
Time loop memang seharusnya tidak nyata. Seharusnya, time loop hanya ada di kisah-kisah fiksi ilmiah. Tetapi ternyata, ia nyata dan Arsenal adalah buktinya.
Sampai sekarang, mereka masih terjebak di dalamnya. Masalahnya, di 16 besar Liga Champions musim ini, Arsenal berhadapan (lagi) dengan Bayern Muenchen (untuk kesekian kalinya). Di leg pertama lalu, mereka pun kalah 1-5 dan untuk ketujuh kalinya secara berturut-turut, bank itu bakal kembali meledak.
Nah, di kisah-kisah fiksi ilmiah itu, time loop adalah upaya takdir untuk membenahi apa-apa yang tidak seharusnya terjadi. Takdir adalah sesuatu yang seharusnya terjadi dan kalau tidak terjadi, maka ia akan mengupayakan berbagai cara agar ia bisa terjadi. Time loop sendiri hanyalah salah satu caranya, dan ini berarti, ada yang harus diubah dari Arsenal agar mereka bisa keluar darinya.
Dalam episode X-Files itu, Pam harus mati. Kemudian, dalam film The Groundhog Day, Phil Connors yang diperankan Bill Murray harus menyusun ulang prioritas hidupnya. Pertanyaannya, siapa yang akan menjadi "Pam" di kisah milik Arsenal ini?
Aduh, ya, siapa lagi kalau bukan Arsene Wenger?
Wenger memang seharusnya sudah tersingkir dari Arsenal, dan hal itu semestinya sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Keberadaan Wenger inilah yang membuat Arsenal selalu "terjebak di hari Senin".
Wenger, seperti halnya Pam, memang sudah berusaha agar Arsenal tidak mentok lagi mentok lagi. Pembelian Mesut Oezil, Alexis Sanchez, Petr Cech, dan Skhodran Mustafi adalah buktinya. Lewat pembelian-pembelian itu, Wenger bertindak bagai Pam yang tak kenal lelah mengingatkan Mulder. Akan tetapi, apakah itu semua sudah cukup? Jelas belum.
Buktinya adalah dengan keberadaan mereka, Arsenal masih juga kandas di babak 16 besar Liga Champions. Sama seperti Pam saat upayanya masih sebatas mengingatkan Mulder. Supaya Arsenal bisa keluar dari time loop, Wenger harus mengorbankan diri atau dikorbankan saja sekalian.
Tidak ada jaminan, memang, bahwa dengan dipecatnya Wenger, Arsenal bakal mendadak kembali menjadi tim juara. Jika Wenger pergi, mereka bakal harus membenahi banyak sekali hal, tetapi itu seharusnya tidak jadi masalah karena, ya, namanya juga sepak bola. Namanya juga hidup. Namanya juga usaha.
Tetapi, kalau Arsenal mau begini terus ya silakan saja. Toh, pada akhirnya ini adalah hiburan bagi semua penikmat sepak bola yang tidak mendukung Arsenal. Tetapi... ah, sudahlah. Susah memang kalau St. Totteringham's Day sudah dianggap juara!
No comments:
Post a Comment