Protes tidak hanya diucapkan kaum akar rumput. Wakil rakyat di Senayan pun ikut menentang kebijakan pemerintah tersebut. Bahkan parlemen mendesak supaya pemerintah mencabut peraturan itu.
"Saya memandang, belum perlu kenaikkan yang sangat drastis untuk biaya admin pembuatan dan pengurusan STNK dan BPKB," ucap anggota DPR Erma Suryani Ranik dihubungi Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group), Sabtu (7/1).
Erma berpendapat, kebijakan pemerintah menaikan tarif tersebut sangat tidak tepat. "Ingat lho, pemilik terbesar kendaraan bermotor adalah sepeda motor yang pasti membelinya secara kredit. Jadi bukanlah golongan menengah ke atas," paparnya.
Legislator Partai Demokrat itu menyampaikan, DPR tidak pernah mengetahui rencana kenaikkan tarif tersebut. Apalagi menyutujui. "Tidak ada keputusan bersama soal itu," tegas anggota Komisi III ini.
Erma menyuarakan, bakal memanggil Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian untuk mempertanyakan kenaikan biaya admin pembuatan dan pengurusan STNK dan BPKB. "Kami akan menanyakan hal ini kepada Kapolri usai reses," tuturnya.
Legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Barat itu juga menilai, Presiden Joko Widodo sangat aneh. Karena mengaku tidak tahu soal kenaikan tarif yang membuat rakyat menjerit. "Peraturan pemerintah itu domain presiden. Beliau yang tanda tangan. Masak tanda tangan tidak baca dulu sih," kritiknya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Tanjungpura (Untan), Syarif Usmulyadi berpendapat, birokrasi pemerintahan Jokowi sangat tidak jelas. "Masak presiden tidak tahu siapa yang naikkan," kata Usmulyadi.
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini, kebijakan tersebut tentu berdasarkan perintah Presiden Jokowi. "Jangan lempar batu sembunyi tangan," tegasnya.
Sebab, sambung Usmulyadi, tidak mungkin kabinet kerja berani mengambil inisiatif tanpa perintah Presiden Jokowi. "Herannya, kok semua membantah. Harusnya satria dong, jangan lempar tangan," lugasnya.
Kondisi ekonomi memang kurang baik. Jika pemerintah ingin mencari pemasukan negara, harus cari jalan yang baik dan tidak merugikan rakyat. "Harusnya bicarakan dengan DPR dulu. Jangan sepihak," katanya. (RK/fab/JPG)
No comments:
Post a Comment