INDOPOS.CO.ID- BPJS Kesehatan menerapkan sistem penagihan iuran satu virtual account (VA) keluarga sejak September 2016 kepada peserta bukan penerima upah atau mandiri. Namun kenyataannya, hingga tiga bulan berjalan masih ada permasalahan pada penerapan sistem baru ini.
Persoalan tersebut dua kali dialami Dani Tri Wahyudi, peserta BPJS kelas 1 dengan kewajiban iuran Rp 80 ribu per orang perbulan. Karena ada 3 anggota keluarga, berarti tagihan seharusnya bulat Rp 240 ribu.
Sejak awal, warga Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat itu menggunakan fasilitas Mandiri Mobile untuk pembayarannya. Masalah pertama muncul karena VA semula tidak bisa dipakai lagi untuk mengakses pembayaran.
Akhirnya pembayaranpun sukses dilakukan. Itupun setelah Dani secara aktif mencari tau sendiri penyebabnya. Ternyata, ada perubahan di bagian depan nomor VA. "Yang disayangkan, kok tidak ada pemberitahuan adanya perubahan nomor VA itu. Seharusnya kan bisa via sms atau email,jadi peserta tidak bingung," ungkap Dani.
Setelah menggunakan VA perubahan itu baru pembayaran bisa diakses. sekali bayar dengan 1 nomor VA atas nama Dani Tri Wahyudi, langsung tertagih 3 peserta anggota keluarga senilai Rp 240 ribu. Tapi masalah rupanya tidak berhenti di sana.
Ketika masuk bulan November, masalah baru timbul lagi. Rupanya no VA kembali seperti semula tapi tetap tidak ada pemberitahuan. Dani mengaku bisa mengakses transaksi pembayaran lagi karena coba-coba sendiri menggunakan VA lama.
Setelah transaksi pembayaran terakses, ada hal tak lumrah. Tagihan yang seharusnya Rp 240 ribu "membengkak" menjadi Rp 320 ribu. "Ini ada apa lagi sih BPJS Kesehatan," gumam Dani.
Hingga akhirnya Dani meminta penjelasan kepada pihak BPJS Kesehatan Kantor Cabang Jakarta Barat. Kepala Kantor Cabang setempat pun Eddy Sulistijanto, langsung menelisiknya. Setelah mengecek data base, akhirnya ketemulah jawabannya.
Di sana terlihat sistem memang masih ada kendala. Betapa tidak. Keterangan pembayaran iuran untuk bulan Oktober menggunakan VA milik Dani yang tertera untuk 3 peserta. Ternyata, pembayaran iuran yang seharusnya untuk ketiga anggota keluarga itu ternyata menumpuk pada satu account milik anaknya.
Tidak terbagi rata kepada dua anggota keluraga lainnya. Sehingga iuran milik anaknya lunas hingga bulan Desember. Konsekwensinya iuran kepesertaan milik Dani dan istrinya belum terbayar dari bulan Oktober. Tagihannya menumpuk sekaligus pada bulan November ini sebesar 4x Rp 80 ribu total Rp 320 ribu.
Maka untuk bulan Desember, tinggal tersisa 2 sisa tagihan saja. Yakni untuk Dani dan istrinya. Sedangkan tagihan anaknya sudah lunas. Dijelaskan, untuk saat ini perbaikan terhadap sistem terus dilakukan.
Salah satunya menghindari pembayaran yang menumpuk pada account salah satu anggota keluarga. Pihak BPJS Kesehatan berharap pada Desember 2016 sistem berjalan normal. Jika terlanjur ada kelebihan pembayaran, maka akan diperhitungkan menjadi pembayaran iuran di muka pada peserta tersebut.
"Mohon kalau ada persoalan seperti ini agar disosialisasikan kepda peserta Pak, agar kita tidak bingung," ujar Dani kepada Eddy yang langsung menyetujuinya. Jika tidak, dikhawatirkan banyak peserta kebingungan. Yang ujung-ujungnya berdampak pada keengganan peserta untuk melunasi kewajiban bulanannya.
Padahal itu hanya dipicu kesalahan teknis. Jika hal tersebut terjadi dalam skala besar, tentu akan menjadi masalah besar pula bagi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sebagai warga masyarakat, Dani memang sangat berharap agar pelaksana Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam hal ini BPJS lebih profesional lagi. Bahkan diharapkan pihak BPJS sebagai penjelmaan Negara itu bisa lebih profesional dari penyelenggara asuransi komersial.
"Terus terang motivasi saya ikut peserta BPJS Kesehatan ini bukan semata-mata karena diwajibkan oleh Undang Undang. Tapi karena menyadari adanya manfaat jauh lebih besar dibandingkan asuransi kesehatan swasta yang pernah saya ikuti sebelumnya," pungkasnya, tanpa menyebut produk asuransi yang dimaksudnya itu.
Manfaat yang dimaksudnya antaralain, peserta SJSN tidak diberlakukan plafon atau batas atas pembiayaan untuk berobat. Dani mengaku trauma dengan perusahaan asuransi yang diikutinya dulu. Ketika keluarganya berobat ke RS, ternyata tidak dicover asuransi sepenuhnya karena terbentur plafon.
Dani harus kelimpungan mencari biaya untuk menutup tagihan besar RS yang dibebankan kepadanya. Sedangkan pada awal-awal direkrut oleh agen asuransi komersil Dani mengaku tidak dijelaskan secara detail masalah plafon tersebut."Padahal saat itu keadaan ekonomi kita lagi susah. Terpaksa utang sana sini untuk menutupi tagihan rumah sakit," ucapnya.
Sedangkan pasein peserta BPJS tidak merogoh kocek sedikitpun saat berobat ke RS. Itulah awal mula Dani dan keluarganya banting setir ke BPJS dan keluar dari asuransi komersil yang diikutinya. Apalagi Dani mengaku lebih puas dengan SJSN.
Karena iuran yang disetornya tiap bulan bukan untuk deviden pemegang saham. Tetapi benar-benar digunakan untuk menolong peserta lain yang sakit. "Dengan sistem tolong menolong (gotong royong) ini, saya yakin seratus persen peserta BPJS yang secara ikhlas membayar iuran setiap bulannya sama halnya dengan beramal yang dalam keyakinan agama saya berarti akan langsung mendapat balasan kebaikan berkali-kali lipat dari Allah SWT. Tentu sebuah nikmat yang tak terhingga, bagi yang membayar iuran rutin, ikhlas dengan niat menolong, maka akan dibalas dengan diberikan kesehatan. Aamiin," ujarnya.
Sebaliknya, untuk menumbuhkan peserta-peserta yang ikhlas, disiplin memenuhi kewajiban iuran bulanannya itu Dani berharap pihak BPJS Kesehatan harus mengimbangi dengan layanan yang berkualitas. Baik itu untuk urusan pembayaran iuran dan urusan berobat di RS jangan sampai terjadi kesulitan-kesulitan lagi. Jangan sampai peserta terus menerus dibikin kecewa.
Apa yang harus dilakukan jika masalah yang sama dialami oleh peserta yang lain? Eddy menegaskan pada prinsipnya dibayar dahulu tidak masalah. Kalau ditunda malah khawatir akan lewat batas akhir yakni per tanggal 10. Itu akan mengakibatkan kepesertaan jadi non aktif. "Kalau yang ekstrim bisa datang (komplain) ke kantor cabang," paparnya.
Ketika ditanya kenapa hal ini bisa terjadi, Eddy menyebut, pada awal perubahan pembayaran iuran satu VA Keluarga diakuinya masih ada yang kurang pas. Yaitu dari sistem yang terintegerasi antara bank dengan BPJS Kesehatan.
Saat ini BPJS Kesehatan memberikan informasi perubahan pembayaran iuran menjadi satu keluarga melalui informasi dari koran , radio, leaflet dan poster . Namun informasi terus menerus perlu dilakukan agar masyarakat paham. Untuk info lebih lanjut masyarakat bisa menghubungi care center BPJS Kesehatan di 1500400 atau website BPJS Kesehatan : www.bpjs-kesehatan.go.id. (dni)
No comments:
Post a Comment