Elizabeth ketika memberi kesaksian dalam sidang di PN SurabayaLENSAINDONESIA.COM: Sidang kasus penipuan dan penggelapan notaris terhadap kliennya, dengan terdakwa Alexandra Pudentiana Wignjodigdo dan Hendra Sihombing (berkas terpisah) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (7/11/2016). Agenda sidang kali ini menghadirkan saksi dari terdakwa.
Dalam sidang yang digelar di ruang Sari PN Surabaya, terdakwa menghadirkan dua saksi, yakni dua karyawannya, Elizabeth dan Karmila. Saat memberikan kesaksian, keduanya memberikan keterangan berbeda dan selalu mengaku tahu pasti saat penyerahan bilyet giro oleh korban. "Kalau yang menyerahkan bilyet giro Handoko kepada Hendra Sihombing. Lalu Hendra meminta kwitansi sebagai bukti pembayaran kepada saya," ujar Elizabeth yang dibantah terdakwa Hendra.
Elizabeth juga mengaku tidak tahu menahu besaran biro golyet dan seberapa banyak yang diberikan walaupun dirinya bertugas membuatkan kwitansi sebagai tanda pembayaran untuk membalik nama tiga bidang tanah untuk dijadikan sertifikat hak milik korban. "Dana itu untuk membelikan nama tanah menjadi sertifikat hak milik (SHM), namun disana masih ada tunggakan pajak yang belum dibayar," tambahnya.
Sementara saksi Karmila mengungkapkan, bahwa bilyet giro yang diserahkan korban melalui terdakwa Hendra Sihombing guna pembayaran penurunan NJOP. "Itu buat penurunan NJOP, karena ada tunggakan pajak," ujarnya.
Ditegaskan Ketua Majelis Hakim Mangapul Girsang, dana tersebut sebagai penurunan tunggakan pajak atau penurunan NJOP, saksi tetap dengan kesaksiannya. "Memang buat penurunan NJOP, bukan untuk penurunan nilai tunggakan pajak," ujar Karmila.
Mendengar keterangan kedua saksi yang selalu berubah dan tidak sama satu sama lain ini, terdakwa Alexandra Pudentiana Wignjodigdo, mengaku menerima. "Saya tidak keberatan pak Hakim, keterangannya sudah sesuai," ucapnya, yang ditanggapi senyum oleh Hakim.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan penggelapan uang klien oleh oknum notaris ini bermula saat korban akan membalik nama atas 3 bidang tanah miliknya, yaitu Sertifikat Hak Milik No 36 / Kel. Greges seluas 47.000 M2 atas nama H. Dahlan. Sertifikat Hak Milik No 36 / Kel. Tambak Osowilangun seluas 42.540 M2atas nama Munadji dan Sertifikat Hak Milik No 37 / Kel. Tambak Osowilangun seluas 42.200 M2 atas nama Mustakimah dengan menggunakan jasa Alexandra Pudentiana Wignjodigdo selaku Notaris/PPAT.
Namun pada saat itu atas tiga sertifikat SHM tersebut masih terdapat tunggakan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) beserta dendanya sejumlah Rp 1.000.000.000. Selanjutnya terdakwa menjanjikan kepada saya mengurus untuk mendapatkan keringanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas 3 sertifikat tersebut.
Selanjutnya terdakwa menghubungi Hendra Sihombing sebagai tenaga freelance di kantor terdakwa. Akibat janji manis tersebut, saksi tertarik sehingga beberapa kali melakukan penyerahan dana kepada notaris Alexandra Pudentiana Wignjodigdo.
Adapun dana yang telah diserahkan dalam beberapa termin itu, yakni pada 13 September 2011 berupa uang tunai Rp 100.000.000, 6 Oktober 2011 berupa cek BRI No CE 0053516 senilai Rp 30.000.000 dan 26 Oktober 2011 berupa BG BRI No GEV 234278 senilai Rp 225.000.000, yang dibuatkan kuitansi tertanggal 25 Oktober 2011 dan ditandatangani terdakwa dan Hendra. Lalu pada 26-10-2011 menyerahkan BG BRI No.GEV 234277 senilai Rp 100.000.000, 30-11-2011 berupa BG BRI No GEV 234295 senilai Rp 225.000.000 dan selanjutnya melalui transfer tunai via ATM ke rekening terdakwa sejumlah Rp 30.000.000.
Majelis Hakim menunda dambakan dilanjutkan pada Senin (14/11/2014) dengan agenda keterangan kedua terdakwa sebagai saksi masing-masing. Atas perbuatannya, notaris Alexandra Pudentiana Wignjodigdo diancam pidana dalam pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. @rofik
No comments:
Post a Comment