
Kotoran yang dihasilkan kuping Anda seolah adalah benda aneh. Benarkah fungsinya untuk membunuh serangga? Terbuat dari apa sebenarnya? BBC Future pun mencoba menengoknya.
Ikan Paus tak pernah membersihkan telingga mereka. Tahun demi tahun kotoran kuping mereka tertimbun, meninggalkan jejak kisah hidup dalam asam lemak, alkohol, dan kolesterol.
Zat lilin banyak terdapat di saluran pendengaran sejumlah mamalia, termasuk manusia. Meski begitu, kotoran telinga manusia tak semenarik kotoran telinga paus, tak ada otobiografi yang terkandung di dalamnya. Dan sebagian besar manusia membersihkan tumpukan kotoran telinga itu secara teratur (yang akan kita bahas lebih lanjut).
Tetapi ada kajian ilmiah menarik pada zat tersebut.
Nama tepat zat tersebut adalah serumen, dan diproduksi dari bagian terluar kanal telinga, karena perpaduan dari satu sampai dua ribu kelenjar minyak (yang, pada kepala Anda, menjaga rambut tetap berminyak) dan modifikasi kelenjar keringat.
Tambahkan sedikit rambut, kulit mati, dan detritus (kotoran) tubuh lainnya, jadilah kotoran telinga.
Selama ini, fungsi utamanya diyakini adalah sebagai pelumas (dan pelembap bibir awalnya dibuat dari bahan serupa) meski juga dipercaya berguna untuk mencegah serangga masuk ke rongga-rongga dalam kepala Anda.
Namun ada juga yang yakin bahwa kotoran telinga bisa berfungsi sebagai antibiotik.
Pada 1980, peneliti NIH Tuu-Jyi Chai dan Toby C Chai mengumpulkan serumen dari 12 orang menggunakan alat yang mereka sebut 'kait steril kotoran telinga' dan mencampurnya dengan larutan alkohol. Lalu mereka menambahkan bakteri.
Kotoran telinga tersebut mampu membunuh 99% jenis bakteri, termasuk H. influenzae (yang, berbeda dengan namanya, tak menyebabkan influenza, tapi infeksi jenis lain) dan jenis E. coli khusus yang disebut K-12.
Jenis strain virus E. coli lain, dan Streptococcus serta Staphylococcus, lebih tahan terhadap kotoran telinga, dan tingkat kematian mereka berkisar antara 30% sampai 80%.
Meski begitu, sampel kotoran telinga yang dikumpulkan punya efek jelas membunuh 10 jenis bakteri yang diuji.
Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian dari Jerman pada 2011. Dalam eksperimen tersebut, 10 peptida yang ditemukan dalam kotoran telinga mampu mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur.
Menurut para peneliti tersebut, infeksi kanal telinga luar terjadi saat sistem pertahanan dari kotoran telinga rusak.
Diragukan
Tapi, pada 2000, penelitian yang dilakukan di La Laguna University di Canary Islands menemukan hasil yang berbeda.
Peneliti justru menemukan efek netral dari kotoran telinga terhadap satu strain Staph, dan pada banyak contoh kasus, mereka mendapati bahwa kotoran telinga malah mendorong tumbuhnya bakteri, termasuk E. coli, terutama karena tersedianya gizi yang kaya.
Penelitian ini bukan satu-satunya yang meragukan kemampuan kotoran telinga membunuh bakteri.
Ada satu hal yang menjelaskan perbedaan besar antara hasil penelitian-penelitian ini. Penelitian pada 1980 dan 2011 menggunakan kotoran telinga jenis kering, sementara penelitian pada 2000 berfokus pada kotoran telinga yang basah.
Namun bukan berarti bahwa perbedaan antara jenis kotoran telinga ini menjelaskan kemampuan anti-bakteri pada kotoran telinga, namun ini hipotesis yang bisa menjebak, terutama karena dua jenis kotoran telinga ini sebenarnya terbuat dari zat yang sama.
Tapi, kecuali Anda melihat langsung ke telinga teman Anda, mungkin Anda tak sadar bahwa sebenarnya ada dua jenis kotoran telinga. Saya pun awalnya tak tahu. Dan atas nama pengetahuan, maka saya menyatakan, kotoran telinga saya jenis yang basah.
Faktor genetik
Yang menentukan jenis kotoran telinga kering atau basah adalah faktor genetik, dan itu hanya urusan satu huruf dalam satu gen.
Gen tersebut bernama ABCC11, dan jika Anda mendapat huruf A dan bukan G, maka kotoran telinga Anda adalah jenis kering. (Dua jenis kotoran telinga tersebut juga baunya berbeda.)
Ini adalah salah satu contoh unik hukum pewarisan atau penurunan sifat Mendel, dan tipe kotoran telinga basah adalah yang dominan.
Pola ini sangat bisa ditebak sampai-sampai kotoran telinga digunakan untuk menelusuri jejak pola migrasi manusia.
Mereka yang berasal dari keturunan Kaukasia atau Afrika lebih memiliki tipe kotoran telinga basah, sementara Asia Timur akan lebih berpeluang memiliki kotoran telinga yang kering dan berserpih dalam telinga mereka.
Dua jenis kotoran telinga ini lebih seimbang proporsinya di kalangan etnis Kepulauan Pasifik, Asia Tengah, Asia Kecil, dan Suku Asli Amerika serta Inuit.
Bagaimana membersihkan dengan benar?
Namun masalah paling mendesak soal kotoran telinga, bagi kebanyakan orang, adalah bagaimana cara membersihkannya.
Ternyata masalah ini sudah mendera manusia setidaknya sejak abad pertama Masehi. Dalam bukunya, De Medicina, Aulus Cornelius Celsus dari Romawi menyarankan serangkaian cara untuk menghilangkan kotoran telinga.
"Jika bentuknya serpihan," katanya, mungkin merujuk ke jenis kotoran telinga yang kering, "tuangkan minyak panas, atau kerak hijau tembaga yang dicampur dengan madu atau jus daun bawang atau sedikit soda dalam anggur madu." Aduh.
Saat kotoran mulai mengelupas, maka bisa dibilas dengan air.
Tapi "jika bentuknya zat lilin," tulisnya, mungkin merujuk ke jenis yang basah, "pakailah cuka yang mengandung sedikit soda; dan ketika kotoran telinganya melunak, maka cuci telinga."
Dia juga mengingatkan agar "telinga disuntik dengan castoreum — atau zat yang keluar dari berang-berang — dicampur dengan cuka dan minyak laurel dan sari kulit radish muda, atau dengan sari mentimum, dicampur daun mawar yang dihancurkan. Dengan meneteskan jus dari buah anggur yang belum masak dicampur minyak bunga mawar juga bisa melawan ketulian."
Jika dicermati, maka resep ini hanya kedengaran sedikit lebih mudah daripada menggunakan mata salamander sebagai bahan pengobatan, namun sampai sekarang pun dokter masih menggunakan minyak zaitun atau badam untuk melunakkan kotoran telinga sebelum diangkat.
Penyakit karena telinga
Pada kenyataannya, beberapa orang menderita masalah terkait kotoran telinga yang serius sampai butuh perawatan.
Berdasarkan analisis pada 2004, ada sekitar 2,3 juta orang di Inggris yang setiap tahun harus ke dokter untuk mengatasi masalah tersebut, dan sekitar empat juta telinga dirawat setiap tahunnya.
Orang jompo, anak-anak, dan mereka dengan kesulitan belajar sering mengalami masalah akibat dari gangguan kotoran telinga. Efeknya bisa berakibat pada kehilangan pendengaran, tentu saja, tapi juga menarik diri dari kehidupan sosial dan bahkan paranoia ringan.
Para penulis mengatakan, "Beberapa pasien dengan kotoran telinga yang terdampak mengalami perforasi (pelubangan) gendang telinga."
Namun karena serumen tak bisa membuat gendang telinga berlubang, maka ini hanya bisa disebabkan oleh diri sendiri, mungkin karena orang berusaha untuk mengambil kotoran telinga sendiri.
Karena risiko menggunakan cotton bud atau pembersih telinga sangat tinggi, bahkan bagi dokter yang ahli sekalipun, kebanyakan mengandalkan agen pelembut, dan diikuti dengan pembasahan.
Tapi tak ada kesepakatan medis akan agen pelembut atau apakah pembasahan adalah hal yang aman.
Pada 2012, peneliti University of Minnesota Medical School, Anjali Vaidya dan Diane J Madlon-Kay menyimpulkan bahwa pelembut kotoran telinga, pembasahan, atau metode pembersihan lainnya mungkin dilakukan, tapi tak ada satu pun metode pembersihan yang terbukti paling baik, paling aman, atau paling efektif dibanding yang lain.
Tetap saja, prosedur ini lebih baik ditangani oleh yang ahli.
Risiko tinggi
Terlepas dari risikonya, beberapa orang tetap saja memasukkan pembersih kapas ke dalam telinga mereka setelah mandi, meski dokter melarang tindakan tersebut.
Menggosok-gosok telinga menggunakan pembersih berisiko membolongi gendang telinga, atau malah mendorong kotoran telinga masuk lebih dalam.
Kadang-kadang kapas di ujung pembersih bisa lepas, dan berada dalam saluran telinga.
Jika ada satu pelajaran yang bisa diambil, maka: jangan lakukan ini. (Atau setidaknya jangan masukkan pembersih ke kanal telinga.)
Hal lain yang juga harus dihindari adalah praktik pengobatan alternatif yang dikenal dengan nama ear candle. Dalam praktik ini, lilin bolong yang terbuat dari lilin lebah atau parafin ditaruh dekat telinga lalu dibakar.
Idenya, panas di dalam lilin yang bolong tersebut akan menarik kotoran telinga keluar dari saluran telinga, sehingga mudah dibersihkan. Jika praktik ini terdengar gila, Anda benar.
Tak ada bukti yang mendukung praktik ini, dan banyak bukti yang membenarkan bahwa membakar lilin panas di dekat telinga akan sakit dan lebih baik dihindari.
Anda sudah mendapat peringatan.
Versi bahasa Inggris tulisan ini bisa Anda baca di The mysterious properties of the wax in your ear di laman BBC Future.
No comments:
Post a Comment